PERAN
DAN FUNGSI MAHKAMAH KONSTISTUSI DALAM MENANGANI PERSELISIHAN
PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
(PEMILUKADA)
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pasal
236 C Undang-undang No. 12 tahun 2008, perubahan kedua atas
Undang-undang No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah,
menggunakan istilah “sengketa” untuk pernyataan “Penanganan
sengketa hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah
Konstitusi paling lama 18 bulan sejak Undang-undang ini
diundangkan”.1
Sementara itu Pasal 24C UUD 1945 atas perubahan ketiga digunakan
istilah “Perselisihan”.
Meskipun
pengertian antara sengketa dan perseilisihan makannya sama, namun
secara Bahasa Peraturan perundang-undangan tidak terdapat keseragaman
(inkonsistensi) dalam penggunaan istilah tersebut. Seharusnya dipakai
peristilahan atau terminologi yang seragam, guna menyelarasakan
antara UUD 1945 dengan Undang-undang dibawahnya.
Undang-undang
Dasar 1945 amandeman ketiga menetapkan lembaga peradilan baru
berkenaan keberadaan Mahkamah Konstitusi. Kewenangan Mahkamah
Konstitusi ditetapkan sebagai berikut :
- Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar
- Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar
- Memutus pembubaran partai politik
- Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
- Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden maupun Wakil Presiden bahwa telah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai presiden dan wakil presiden.2
Semangat
dari perubahan ketiga, mahkamah konstitusi memiliki regulasi yaitu
undang-undang No. 24 tahun 2003, dimana wewenang Mahkamah Konstitusi
sesuai dengan penjabaran pada pasal 24C UUD 1945, namun dalam hal ini
kewenangan mahkamah konstitusi tidak mencantumkan penyelesaian
sengketa pemilukada melainkan pemilihan umum yakni (DPRD,DPR RI,DPD
RI,Presiden dan Wakil Presiden). Menurut teori muatan Konstitusi,
apabila lembaga negara yang diberikan wewenang oleh konstitusi dan
adanya suatu tambahan wewenang harus dicantumkan dalam konstitusi,
mengingat Negara Indonesia memiliki landasan Konstitusi tertulis.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana pengaturan Konstitusional merupakan wewenang Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi, dalam hal penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala daerah, bagian Peran dan fungsi?
- Bagaimana landasan yuridis yang mengatur pemilihan kepala daerah hingga menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi sampai saat ini?
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pengaturan Konstitusional Wewenang Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi
Mahkamah
Konstitusi adalah lembaga negara baru yang ada sesudah UUD 1945 di
amandemen. Ketentuan UUD 1945, Mahkamah Konstitusi adalah salah satu
badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, disamping Mahkamah
Agung. Dalam UU No. 24 Tahun 2003 Pasal 2 disebutkan bahwah Mahkamah
Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan.3
Berangkat
dari penjelasan diatas wewenang Mahkamah Konstitusi telah ditetapkan
secara eksplisit dalam pasal 7B dan 24C UUD 1945, diulang dalam UU
No.24 Tahun 2003, tentang Mahkamah Konstitusi. Namun ada suatu hal
yang aneh ketika wewenang Mahkamah Konstitusi, berkaitan dengan
penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah, karena dalam UUD 1945
tidak tercantum wewenang tersebut. Penambahan mengenai wewenang
penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah kepada Mahkamah
Konstitusi terdapat pada UU No. 12 Tahun 2008, tentang pemerintahan
daerah pasal 236C yang berbunyi “Penanganan sengketa hasil
perhitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama
18 bulan sejak Undang-undang ini diundangkan”.
Apabila
dilihat pada wewenang lembaga negara yang berhak menyelesaikan
pemilihan kepala daerah adalah Mahkamah Agung, karena secara
eksplisit wewenang Mahkamah Agung termaktub dalam UUD 1945 Pasal 24A,
yang berbunyi “Mahkamah agung berwenang mengadili pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang
terhadap undang-undang dan melaksanakan wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang.” Merujuk pada wewenang Mahkamah
Konstitusi yang merupakan lembaga negara dan wewenangnya diatur oleh
UUD 1945, maka dapat disimpulkan Mahkamah Konstitusi inkonstitusional
dalam hal menangani sengketa pemilihan kepala daerah.
Mengenai
materi muatan Undang-undang Dasar keberadaannya dimaksudkan untuk
menetapkan hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masyarakat
(rakyat), hak-hak atau wewenang yang dimiliki oleh Pemerintah dalam
arti luas, selain kewajiban yang harus dipenuhinya. Maka dengan
demikian Undang-undang Dasar berfungsi untuk membatasi kewenangan
alat-alat perlengkapan negara, sehingga jelaslah kewenangan tersebut.
Pada prinsipnya menurut Wirjono
Projodikoro
Undang-undang Dasar menetapkan sekurang-kurangnya mengenai hak dan
kewajiban warga negar, batas-batas wewenang dan kewajiban negara,
serta berapa lama seseorang pejabat menduduki jabatannya4.
Berkenaan
peran serta fungsi Mahkamah Konstitusi mengenai wewenang sudah diatur
dan jelas di dalam UUD 1945, namun apabila ada penambahan wewenang
mengenai penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah secara teori
konstitusi dan teori perundang-undangan haruslah dicantumkan dalam
UUD. Jika dilihat dalam perjalanan selama ini yang mengatur mengenai
penambahan wewenang Mahkamah Konstitusi pada UU No 32 tahun 2004 jis.
UU No. 8 Tahun 2005 dan UU No. 12 Tahun 2008, bukan UU No. 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Menurut
A
Hamid S Attamimi Undang-undang
organik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-undang
Dasar yang biasa berupa aturan dasar. Bahwa aturan dasar Negara
merupakan sumber dan dasar bagi terbentuknya suatu undnag-undang yang
merupakan peraturan perundang-undangan yaitu peraturan yang dapat
mengikat secara langsung semua orang.5
Jadi
kesimpulan menurut pendapat para ahli tersebut bahwa wewenang atau
kekuasaan lembaga-lembaga negara secara prinsip harus diatur dalam
Undang-undang Dasar, bukanlah dalam Undang-undang sebagai peraturan
pelaksana dari undang-undang. Pengaturan wewenang lembaga negara
dalam undnag-undang harus mendapat atribusi dari undang-undang dasar.
- Landasan Yuridis yang memberikan penambahan wewenang Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Tidak
dapat disangkal bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang untuk
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Hal ini ditetapkan
dalam pasal 24C UUD 1945, perubahan ketiga dan pasal 10 UU No. 24
Tahun 2003. Namun perlu dicatat bahwa pengertian pemilihan umum dalam
rumusan pasal tersebut mengacu kepada pengertian pemilihan umum
sebagaimana diuraikan dalam pasal 22 E UUD 1945 perubahan ketiga6.
Bukan pemilihan untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pemilihan Umum yang dimaksud pasal 24C adalah memilih DPRD,DPR
RI,DPD,Presiden beserta Wakil Presiden. Sedangkan UU No. 32 Tahun
2004 tidak merujuk kepada ketentuan Pasal 24C UUD 1945.
Sudah
dapat dipastikan bahwa keberadaan rumusan pasal 236A UU No.12 Tahun
2008, inkonstitusional dan bila demikian maka ketentuan pasal itu
harus sekurang-kurangnya dibatalkan. Namun permasalahannya Mahkamah
Konstitusi apakah mau membatalkannya, karena Mahkamah Konstitusi
memiliki interest.
Perhatikan
kasus yang ditangani Mahkamah Konstitusi yang berujung pada
pembatalan Pasal 50 UU No. 24 tahun 2003. Tidak menampik bahwa
wewenang itu sangat perlu dan faktual telah dijalankan, namun secara
konstitusional perlu adanya pembenahan. Setidak-tidaknya diatur dalam
Undang-undang Mahkamah Kosntitusi bukan dalam undang-undang
pemerintahan daerah.
Berangkat
dari penjelasan diatas, pemilihan kepala daerah secara langsung masih
timbulnya suatu perdebatan, karena dari implikasinya yang banyak
negatif kemudian penyelarasan demokrasi perlu adanya pembahasan yang
lebih lanjut lagi. Namun UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah telah memuat demikian mengenai pemilihan kepala daerah secara
langsung. UU No. 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilihan Umum
memasukkan pilkada dalam pengertian Pemilu.7Pasal
24C UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memutus perselisihan hasil Pemilu.
Sejak
Pemilihan Kepala daerah beserta Wakil Kepala Daerah dimasukkan dalam
pengertian Pemilu yakni Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada),
maka berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penanganan
perselisihan hasil Pemilu Umum Daerah (PHPU.D) dialihkan dari
Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Jadi
kesimpulan menurut pendapat para ahli tersebut bahwa wewenang atau
kekuasaan lembaga-lembaga negara secara prinsip harus diatur dalam
Undang-undang Dasar, bukanlah dalam Undang-undang sebagai peraturan
pelaksana dari undang-undang. Pengaturan wewenang lembaga negara
dalam undnag-undang harus mendapat atribusi dari undang-undang dasar.
Sudah
dapat dipastikan bahwa keberadaan rumusan pasal 236A UU No.12 Tahun
2008, inkonstitusional dan bila demikian maka ketentuan pasal itu
harus sekurang-kurangnya dibatalkan. Namun permasalahannya Mahkamah
Konstitusi apakah mau membatalkannya, karena Mahkamah Konstitusi
memiliki interest.
Perhatikan
kasus yang ditangani Mahkamah Konstitusi yang berujung pada
pembatalan Pasal 50 UU No. 24 tahun 2003. Tidak menampik bahwa
wewenang itu sangat perlu dan faktual telah dijalankan, namun secara
konstitusional perlu adanya pembenahan. Setidak-tidaknya diatur dalam
Undang-undang Mahkamah Kosntitusi bukan dalam undang-undang
pemerintahan daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Projodikoro,
Wirjono, Azas-azas
Hukum Tata Negara di Indonesia,
cetakan ketiga, Jakarta : Dian Rakyat, 1977
Attamimi,
Hamid, Ilmu
Perundang-undangan, Dasar-dasar dan Pembentukannya,
Jakarta : Sekretariat Konsorsium Ilmu Hukum Universitas Indonesia,
1996
Kelsen,
Hans, General
Theory of Law and State,
Translated oleh Anders Wedberg, New York : Russel & Russel, 1973
Asshiddiqie,
jimly, Konstitusi
dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta
: Konstitusi Press, 2005
Undang-undang
Dasar 1945
Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2003, Tentang Mahkamah Konstitusi
Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2008, atas perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2007, Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum
2
Undang-undang Dasar 1945, Pasal 24 C, berkenaan
wewenang Mahkamah Konstitusi
4
Wirjono Projodikoro, Azas-azas
Hukum Tata Negara di Indonesia,
cetakan ketiga, Jakarta : Dian Rakyat, 1977, hlm. 11
5
A Hamid S Attamimi, Ilmu
Perundang-undangan, Dasar-dasar dan Pembentukannya,
Jakarta : Sekretariat Konsorsium Ilmu Hukum Universitas Indonesia,
1996, hlm. 34-35
6
Undang-undang Dasar 1945, Pasal 22E
7
Pasal 1 angka 4, Undang-undang Nomor 22 Tahun
2007 tentang penyelenggaraan Pemilihan Umum






0 komentar:
Posting Komentar