Sabtu, 09 Januari 2016

KADO TAHUN BARU UNTUK NEGERI

KADO TAHUN BARU UNTUK NEGERI
Alangkah lucunya negeri ini bukan mencontoh judul film, melainkan hanya sebagai potret kondisi negara yang setiap hari dalam media televisi selalu saja muncul persoalan-persoalan yang kadang bikin ketawa ataupun sedih. Memang tidak berdampak langsung bagi masyarakat kecil dan mungkin juga mereka tidak mau memikirkannya, untuk apa memikirkan negara mending memikirkan besok makan apa dan dari mana pendapatan untuk melanjutkan kehidupan baik bagi dirinya maupun keluarganya.
Bukan tanpa alasan masyarakat bersikap skeptis, melihat tontonan berita televisi menyuguhkan sikap pesimis yang setiap hari persoalan-persoalan bisa dikatakan klasik namun muncul dengan wajah baru tanpa ada solusi untuk mengakhirinya. Media televisi sebagai partner masyarakat dalam menggali kebenaran dan mengungkap kebobrokan para oknum mafia penguasa harus bertekuk lutut dalam kepentingan penguasa bukan menjadi rahasia umum lagi. Jika berita yang di dapat tidak menarik maka harus diganti sesuai dengan keinginan para bosnya. Dampak yang ditimbulkan oleh pemberitaan di televisi massif, sehingga dapat menimbulkan perdebatan yang hebat bagi para penikmatnya, tidak hanya sebatas perdebatan saja bahkan antar suami istri pun kadang bertengkar gara-gara tontonan yang masih diragukan kebenarannya.
Akhir Tahun 2015 kemarin persoalan dengan tema yang lucu seperti Papa Minta Saham, Papa Minta Paha, Mama Minta Pulsa atau MKD (Mahkamah Kehormatan Dagelan) serta masih banyak tema-tema yang lucu dan menyedihkan, menggambarkan belum dewasanya negeri ini. Bagaimana untuk membangun karakter bangsa yang seperti garuda gagah perkasa hingga dapat mengungguli bangsa-bangsa lain? jika setiap hari kita disuguhkan dengan suguhan yang mengundang sikap pesimis tanpa sedikitpun menyentuh optimisme dalam menatap masa depan hidup dan menggapai cita-cita.
Revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden dan sebagai arah tujuan pembangunan SDM bangsa ini, tentunya membutuhkan bantuan dari banyak pihak. Jangan masyarakat saja yang dituntut untuk berubah seharusnya pun penguasa dan wakil rakyat juga harus berubah dan mental-mental mereka yang pecundang dan pencoleng harus juga di revolusi mental. Para penguasa dan wakil rakyat sebenarnya tahu posisinya namun karena otak dan nurani mereka disumpal celana dalam yang berbau busuk, maka wal hasil pura-pura saja mereka gila agar tak dituntut oleh para pemilihnya. Bukan seorang politisi untuk menjatuhkan dan mengkritisi kinerja penguasa, namun sebagai rakyat kecil yang jengah dengan potret negeri dikuasai oleh para bedebah.
Masyarakat merindukan sikap optimis dalam perubahan realitas bukan dalam absurditas. Ramalan Bung Karno menjadi kenyataan karena saat ini bangsa indonesia melawan sesama anak bangsa, yang menjadi musuh dalam selimutnya sendiri. Seharusnya bangsa ini sudah melesat jauh dalam kemajuan di berbagai bidang, namun nasib berkata tidak demikian. Kebobrokan dan kemunduran terjadi di segala lini sendi kehidupan. Jika dulu bung karno mengirimkan para mahasiswa untuk belajar ke luar negeri dengan menyerap berbagai macam keilmuan, sehingga diharapkan mampu membawa dampak perubahan dan kemajuan, harus rela hati dinikmati oleh negara-negara yang menghargai hasil anak bangsa ini. Padahal dulu bangsa ini diramalkan akan menjadi bangsa yang besar dan kuat, bahkan melihat hasil riset McKensey Global Institute memprediksi bangsa ini akan menjadi kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia yang terjadi pada Tahun 2030. Tentu bukan omong kosong belaka atau sekedar dongeng indah di siang bolong, namun dibuktikan dengan masuknya indonesia sebagai anggota G-20 merupakan prestasi yang bisa diacungi jempol.
Investor asing mulai menjajaki bisnis di Negara ini dengan berbagai macam investasi yang ditawarkan pemerintah melalui paket kebijakannya. Presiden dalam lawatannya ke luar negeri membawa hasil cukup prestisius, para investor berlomba-lomba untuk menanamkan modalnya ke negeri ini. Pembangunan dengan skala besar mulai dilakukan, pemimpin di daerah mulai geliat dalam memajukan wilayahnya, jika dulu pemimpin berjarak terhadap masyarakatnya sekarang bagai tak ada sekat sama sekali. Masyarakat diberikan kebebasan untuk mengontrol dan mengawasi melalui media sosial sebagai partner kontrol terhadap kinerja bawahan stakeholder ditempatnya. Tentu hal ini menjadi angin segar bahwa sikap optimis untuk keluar dari kemelut badai yang panjang masih dimiliki bangsa ini. Biarkanlah anjing menggongong kafilah berlalu ibarat pepatah untuk sikap pesimis para kaum sirik yang senang melihat kondisi bangsa ini terpuruk.

Haruslah dihentikan mencurigai satu sama lain, pesimis terhadap kekuatan bangsa ini, mari buka pandangan baru dalam balutan sikap optimis, berkarya tanpa ada kata lelah sampai terwujud harapan yang diinginkan kita bersama. Teringat kata cak nun jangan melihat seseorang dari kesalahannya saja karena semua orang pasti punya salah, tapi lihat lah kebaikannya sehingga masih ada harapan untuk berubah. Apabila hal ini terjadi bukan tidak mungkin Bangsa ini akan menjadi garuda yang gagah perkasa, pembangunan karakter bangsa yang sudah jauh hari sebelum saat ini, menjadi tujuan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan terwujud. Maka tentunya kita akan menepuk dada dan mengatakan AKU BANGGA MENJADI BANGSA INDONESIA.