KADO
TAHUN BARU UNTUK NEGERI
Alangkah
lucunya negeri ini bukan mencontoh judul film, melainkan hanya sebagai potret
kondisi negara yang setiap hari dalam media televisi selalu saja muncul
persoalan-persoalan yang kadang bikin ketawa ataupun sedih. Memang tidak
berdampak langsung bagi masyarakat kecil dan mungkin juga mereka tidak mau
memikirkannya, untuk apa memikirkan negara mending memikirkan besok makan apa
dan dari mana pendapatan untuk melanjutkan kehidupan baik bagi dirinya maupun
keluarganya.
Bukan
tanpa alasan masyarakat bersikap skeptis, melihat tontonan berita televisi
menyuguhkan sikap pesimis yang setiap hari persoalan-persoalan bisa dikatakan
klasik namun muncul dengan wajah baru tanpa ada solusi untuk mengakhirinya.
Media televisi sebagai partner masyarakat dalam menggali kebenaran dan
mengungkap kebobrokan para oknum mafia penguasa harus bertekuk lutut dalam
kepentingan penguasa bukan menjadi rahasia umum lagi. Jika berita yang di dapat
tidak menarik maka harus diganti sesuai dengan keinginan para bosnya. Dampak
yang ditimbulkan oleh pemberitaan di televisi massif, sehingga dapat
menimbulkan perdebatan yang hebat bagi para penikmatnya, tidak hanya sebatas
perdebatan saja bahkan antar suami istri pun kadang bertengkar gara-gara
tontonan yang masih diragukan kebenarannya.
Akhir
Tahun 2015 kemarin persoalan dengan tema yang lucu seperti Papa Minta Saham,
Papa Minta Paha, Mama Minta Pulsa atau MKD (Mahkamah Kehormatan Dagelan) serta
masih banyak tema-tema yang lucu dan menyedihkan, menggambarkan belum dewasanya
negeri ini. Bagaimana untuk membangun karakter bangsa yang seperti garuda gagah
perkasa hingga dapat mengungguli bangsa-bangsa lain? jika setiap hari kita
disuguhkan dengan suguhan yang mengundang sikap pesimis tanpa sedikitpun
menyentuh optimisme dalam menatap masa depan hidup dan menggapai cita-cita.
Revolusi
mental yang dicanangkan oleh Presiden dan sebagai arah tujuan pembangunan SDM
bangsa ini, tentunya membutuhkan bantuan dari banyak pihak. Jangan masyarakat
saja yang dituntut untuk berubah seharusnya pun penguasa dan wakil rakyat juga
harus berubah dan mental-mental mereka yang pecundang dan pencoleng harus juga
di revolusi mental. Para penguasa dan wakil rakyat sebenarnya tahu posisinya
namun karena otak dan nurani mereka disumpal celana dalam yang berbau busuk,
maka wal hasil pura-pura saja mereka gila agar tak dituntut oleh para
pemilihnya. Bukan seorang politisi untuk menjatuhkan dan mengkritisi kinerja
penguasa, namun sebagai rakyat kecil yang jengah dengan potret negeri dikuasai
oleh para bedebah.
Masyarakat
merindukan sikap optimis dalam perubahan realitas bukan dalam absurditas.
Ramalan Bung Karno menjadi kenyataan karena saat ini bangsa indonesia melawan
sesama anak bangsa, yang menjadi musuh dalam selimutnya sendiri. Seharusnya
bangsa ini sudah melesat jauh dalam kemajuan di berbagai bidang, namun nasib
berkata tidak demikian. Kebobrokan dan kemunduran terjadi di segala lini sendi
kehidupan. Jika dulu bung karno mengirimkan para mahasiswa untuk belajar ke
luar negeri dengan menyerap berbagai macam keilmuan, sehingga diharapkan mampu
membawa dampak perubahan dan kemajuan, harus rela hati dinikmati oleh
negara-negara yang menghargai hasil anak bangsa ini. Padahal dulu bangsa ini
diramalkan akan menjadi bangsa yang besar dan kuat, bahkan melihat hasil riset
McKensey Global Institute memprediksi bangsa ini akan menjadi kekuatan ekonomi
nomor tujuh di dunia yang terjadi pada Tahun 2030. Tentu bukan omong kosong
belaka atau sekedar dongeng indah di siang bolong, namun dibuktikan dengan
masuknya indonesia sebagai anggota G-20 merupakan prestasi yang bisa diacungi
jempol.
Investor
asing mulai menjajaki bisnis di Negara ini dengan berbagai macam investasi yang
ditawarkan pemerintah melalui paket kebijakannya. Presiden dalam lawatannya ke
luar negeri membawa hasil cukup prestisius, para investor berlomba-lomba untuk
menanamkan modalnya ke negeri ini. Pembangunan dengan skala besar mulai
dilakukan, pemimpin di daerah mulai geliat dalam memajukan wilayahnya, jika
dulu pemimpin berjarak terhadap masyarakatnya sekarang bagai tak ada sekat sama
sekali. Masyarakat diberikan kebebasan untuk mengontrol dan mengawasi melalui
media sosial sebagai partner kontrol terhadap kinerja bawahan stakeholder
ditempatnya. Tentu hal ini menjadi angin segar bahwa sikap optimis untuk keluar
dari kemelut badai yang panjang masih dimiliki bangsa ini. Biarkanlah anjing
menggongong kafilah berlalu ibarat pepatah untuk sikap pesimis para kaum sirik
yang senang melihat kondisi bangsa ini terpuruk.
Haruslah
dihentikan mencurigai satu sama lain, pesimis terhadap kekuatan bangsa ini,
mari buka pandangan baru dalam balutan sikap optimis, berkarya tanpa ada kata
lelah sampai terwujud harapan yang diinginkan kita bersama. Teringat kata cak
nun jangan melihat seseorang dari kesalahannya saja karena semua orang pasti
punya salah, tapi lihat lah kebaikannya sehingga masih ada harapan untuk
berubah. Apabila hal ini terjadi bukan tidak mungkin Bangsa ini akan menjadi
garuda yang gagah perkasa, pembangunan karakter bangsa yang sudah jauh hari
sebelum saat ini, menjadi tujuan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
akan terwujud. Maka tentunya kita akan menepuk dada dan mengatakan AKU BANGGA
MENJADI BANGSA INDONESIA.





