Naar de 'Republiek Indonesia'
Menuju Republik Indonesia
Tan Malaka (1925)
Sumber: Yayasan Massa, terbitan tahun 1987
Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted
Sprague (Juni 2007)
INTERUPSI
Kelahiran suatu pikiran sering menyamai kelahiran seorang anak. Ia didahului
dengan penderitaan-penderitaan pembawaan kelahirannya.
Kepada para pembaca !
Mula-mula buku ini dikeluarkan penuh dengan kesalahan-kesalahan cetak. Di
sana sini akan terdapat juga kata-kata atau kalimat-kalimat yang sangat asing
kedengarannya bagi kuping seorang Belanda asli bagi kesalahan ini perlu saya
kemukakan alasan-alasan sebagai berikut :
- Buku ini dicetak dan
dikoreksi oleh kawan-kawan Tionghoa yang tidak pernah mendengar bahasa
Belanda.
- Percetakan mereka
mempunyai persediaan huruf Latin sangat sedikit.
- Dan yang terakhir, penulis
ini dalam perantauannya selama tiga tahun akhir-akhir ini tidak pernah
melihat bacaan atau surat kabar Harian Belanda dan Asia ini juga tidak
pernah menjumpai seorang manusia yang mengerti “bahasa dunia” ini, apalagi
berbicara.
Alasan-alasan ini dan kesulitan-kesulitan teknis yang kecil-kecil lainnya
harus saya kemukakan untuk mempengaruhi pikiran orang-orang penghasut yang
lihat.
Selanjutnya saya rasa tidak perlu menulis brosur yang agak besar karena
brosur besar demikian itu akan dapat mengurasi nafsu pembaca dan minta pembaca
rata-rata Indonesia pada waktu sekarang ini.
Sekarang dengan wajarnya setelah harapan saya dapat melangsungkan hidup yang
¾ hukuman penjara ini, “tiga perempat hidup penjara”, demi kesehatan saya, di
negeri dimana saya mempunyai hak hidup sepenuhnya, telah ditolak oleh
pemerintah, saya kira buat sementara waktu semua harapan untuk kembali ke tanah
air harus saya kesampingkan. Akan tetapi saya tak mau menganggur. Saya kira
saya dapat mengabdi pada partai dan rakyat, jiwa saya dari sini dapat
menghubungi golongan terpelajar (intelektuil) dari penduduk Indonesia dengan
buku ini sebagai alat.
Dimana terdapat cukup fakta revolusioner, dan dimana sekarang menurut dugaan
saya mulai tumbuh perhatian besar atas kemajuan perkembangan pergerakan
revolusioner di antara orang intelektuil, maka pekerjaan seperti ini bagi saya
hanya “pelepas lelah” belaka. Pekerjaan demikian itu tentu lebih baik dan sudah
pada tempatnya jika di Tiongkok terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk
mencetak. Pekerjaan semacam “pelepas lelah” ini sekali-sekali akan saya
guanakan dan pembaca-pembaca terhormat dalam waktu yang akan datang dapat
menyediakan diri untuk mempelajari buku-buku yang agak banyak.
“Kegiatan” semacam ini sudah tentu tak akan dapat saya lakukan, jiwa Yang
Mulia Gubenur Jenderal memerlukan diri saya agak dalam batas perikemanusiaan.
Ini adalah kejadian dibalik kenyataan yang mula-mula tak dapat saya duga,
karena kesehatan dan pengasingan. Adalah pada tempatnya saya mengucapkan terima
kasih sebanyak-banyaknya kepada kawan-kawan Tionghoa yang telah menolong saya
dengan sebaik-baiknya.
Sesungguhnya “ucapan terima kasih obyektif”, yaitu terima kasih yang
“terpaksa” perlu juga disampaikan kepada beliau Gubernur Jendral Dirk Fook yang
mendorong keluarnya “buku kecil” ini sekalipun dorongan tidak langsung.
Canton, April 1925
Tan Malaka.
Keterangan Pada Cetakan Kedua
Kami merasa khawatir, ketika kami mengirimkan buku yang dicetak di Canton
kepada pemesan-pemesan Indonesia. Kami takut, bahwa buku yang nampaknya tak
indah itu akan dapat melukai rasa seni sastra intelektual-intelektual kita yang
biasa membaca buku berbahasa Belanda.
Tetapi itu adalah baik bagi kesadaran politik saudara-saudara kita yang
lebih muda, agar mereka tidak kecil hati menghadapi barang sesuatu yang hanya
indah nampaknya saja. Permintaan-permintaan akan buku ini yang makin banyak
jumlahnya yang dikirimkan kepada kami, memberi bukti nyata, kami telah dapat
menawan hatinya. Inilah yang juga mendorong kami akan dicetaknya lagi Menuju
Republik Indonesia.
Sekalipun pengawasan polisi sangat keras di negeri geisha-geisha nan cantik
dan bunga-bunga teratai nan indah ini, masih juga terdapat tempat di bawah
tanah, tempat kami mencetak kembali buku kecil ini dalam bentuk yang agak
menarik dengan kesalahan-kesalahan ejaan dan kata-kata yang agak kurang. Itu
disebabkan juga karena adanya pergerakan buruh revolusioner yang sedang
berkembang.
Dalam interupsi kami di atas telah kami kemukakan, bahwa kami mengeluh
tentang kesusahan-kesusahan koreksi dan centakan. Sekalipun demikian halnya
dalam cetakan ulangan ini kami kira kesukaran-kesukaran itu masih ada.
Justru di sini pembaca-pembaca kita yang baru dapat memaklumi
kesukaran-kesukaran yang kami alami dan kemajuan apa yang telah kami capai
dalam mencetak dan koreksi. Dengan ini kami juga mau membuktikan kepada
pembaca-pembaca Indonesia kita, bahwa semua usaha lawan-lawan kita untuk
menindas “cita-cita” akan sia-sia belaka.
Selanjutnya dengan rasa puas kita disini dapat memaklumi bahwa dalam
menafsirkan keadaan international dan nasional dalam cetakan kedua ini tidak
perlu mengadakan perubahan atau tambahan. Hanya dalam cetakan ini kiranya kita
perlu menambah bab baru untuk memberi penjelasan tentang ide permusyawaratan
nasional (national assembly) dengan syarat-syarat dan aksi-aksinya.
Selanjutnya peru ditegaskan pendapat kita tentang mahasiswa-mahasiswa di
negeri lain. Sebab mahasiswa-mahasiswa Tionghoa yang dulu pernah kita kemukakan
lebih aktif daripada mahasiwa Indonesia sementara itu telah membuktikan
kebenaran pendapat kita. Belum lewat satu bulan, sesudah kami mengambil
buku-buku kami dari percetakan, maka kurang lebih lima juta mahasiswa Tionghoa
dengan serentak meninggalkan bangku-bangku sekolahnya dan mempelopori
pemberontakan, pemogokan dan demonstrasi yang diadakan oleh kaum petani dan
buruh.
Mengenai keadaan nasional, “calon fasis Indonesia”, karena sikapnya yang
memuakkan sehingga kita harus menahan perut, sementara itu lari tunggang
langgang, lebih dulu daripada yang kita kirakan.
Sekarang kita harus menahan perut karena kerendahan budi yang digunakan
lawan-lawan kita dalam usaha membasmi gerakan rakyat revolusioner Indonesia
sebagaimana halnya ketika jaman yang silam, orang-orang desa bersuka ria
menyaksikan perampokan yang digantung dengan, ia sekuat tenaga mencoba
melepaskan lehernya dari tali gantungan. Seolah-olah Lodewijk III dan Tsar
Nicolas II tak pernah hidup.
Sekarang berulang.
Tak dapat dibantah, bahwa perjuangan politik pada bulan-bulan yang akhir ini
telah meruncing, kesadaran politik dan kegiatan revolusioner rakyat kita telah
tumbuh diseluruh lapisan di Indonesia, sebagaimana belum pernah terjadi
sebelumnya.
Padi tumbuh tak berisik.
Tokyo, Desember 1925
Tan Malaka
BAB I
SITUASI DUNIA
Perang dunia tahun 1914-1918 dalam pengertian ekonomi telah membagi dunia
dalam dua bagian :
- Negeri-negeri yang kalah,
yaitu Jerman, Austria, Hongaria dan Turki. Juga Rusia, dimana kaum buruh
telah memegang kekuasaan, dalam bidang ekonomi, tergolong pada
negeri-negeri tiu.
- Negeri-negeri yang menang,
yaitu : Perancis, Italia, Amerika Serikat dll.
Negeri-negeri yang kalah perang tak lama sesudah perang sangat menderita,
kekurangan bahan-bahan makanan, hasil-hasil pabrik-pabrik modal dan bahan
mentah untuk industri-industri. Kecuali perjanjian Versailles telah mewajibkan
Jerman membayar kepada negeri-negeri sekutu setiap tahun ratusan juta mark emas
(pampasan perang).
Negeri-negeri seperti Perancis, Inggris, Italia sekalipun tergolong pemenang
perang, karena biaya yang kembali uang pinjamannya dengan bunga. Austria yang
telah merosot menjadi negeri setengah jajahan dengan wajar terikat baik
dibidang ekonomi dan karenanya sudah tentu tak mampu mengadakan tantangan.
Jerman yang tak pernah dipercaya oleh negeri-negeri sekutu sekarang diikat
kuat-kuat. Jerman telah mendapatkan uang 800.000.000 mark meas dengan
mengorbankan kemerdekaan ekonomi, politik dan militernya. Juga Jerman sekarang
menjadi setengah jajahan. Militerisme Jerman yang kalah, sekarang berada di
bawah telapak kaki negeri-negeri sekutu. Negeri-negeri sekutu ini sekarang
mengawasi persoalan militer Jerman. Besarnya dan mutu tentara sekarang
ditentukan oleh negeri-negeri sekutu.
Pengawasan ini lebih jauh meliputi anggaran belanja dan keuangan Jerman
negeri-negeri sekutu secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
pendapatan dan pengeluaran uang Jerman. Sudah tentu pendapatan yang diperolah
dari pajak harus lebih besar daripada pengeluaran. Sisa dari pendapatan sesudah
dipotong pengeluaran harus diserahkan kepada negeri-negeri sekutu. Bank negara,
sesudah bank yang berpengaruh di Jerman sebagai urat nadi penghidupan ekonomi
modern suatu negeri telah di internasionalisasikan, yaitu; diusahakan dan
diawasi oleh negeri-negeri yang menang perang.
Perbudakan ekonomi yang diderita Jerman sekarang ini sudah tentu disertai
dengan penindasan politik. Itu berarti bahwa di bidang politik, baik politik
dalam negeri maupun politik luar negeri Jerman harus tunduk pada kehendak
negeri-negeri yang menang perang. Hanya Pemerintahan semacam itulah di Jerman
sekarang ini yang mungkin melaksanakan dengan patuh ketentuan-ketentuan dalam
rencana Dawes.
Rencana Dawes bukan saja menjamin besarnya pembayaran hutang kepada
negeri-negeri sekutu, akan tetapi juga bermaksud membunuh industri-industri dan
perdagangan Jerman. Jerman tidak diperbolehkan menghasilkan barang-barang
dagangan yang lebih baik dan lebih murah daripada barang-barang dagangan negeri
sekutu, sebagaimana halnya sebelum terjadi perang besar (Perang Dunia
1914-1918).
Karena peperangan, maka Jerman kehilangan semua tanah jajahannya dan
karenanya ia juga kehilangan pasaran untuk hasil-hasil pabrik dan bahan-bahan
mentah untuk pabriknya, ditambah pula dengan hancurnya atau dirampasnya
kapal-kapal niaganya baginya sangat berat untuk membangun kembali industrinya
tanpa bantuan dari luar, terutama dari Amerika. Di pihak lain Jerman sekarang
buat sementara waktu tidak merupakan saingan negeri-negeri sekutu di tanah
jajahan (Indonesia, India dsb) dan di negeri-negeri setengah jajahan (Tiongkok,
Persia, dan Turki). Sekarang kita dapat mengetahui dengan jelas, bahwa di
negeri-negeri ini semua pengaruh Amerika sangat pesat perkembangannya.
Mengalirnya modal dari negeri yang kaya-raya seperti Amerika ke
negara-negara yang menang dan kalah perang (Eropa) dan ke negeri-negeri setengah
jajahan (Asia), di mana kapitalisme masih berada pada tingkat permulaan dan
dimana ada kemungkinan untuk berkembang lebih lanjut, mengalirnya kapital yang
berlebih-lebihan ini ke negeri-negeri yang menderita kekurangan menimbulkan
pertanyaan di kalangan revolusioner kita sendiri :”Apakah tidak mungkin
tahun-tahun krisis ini diikuti dengan satu masa damai (
Pasifistische
periode) yaitu perkembangan kapitalisme dnegan damai, sebagaimana yang telah
terjadi pada akhir pertengahan abad yang lalu ? “ (ini berarti, bahwa jatuhnya
kapitalisme tidak perlu terjadi sekarang ini, mungkin sepuluh atau dua puluh
tahun lagi).
Pertanyaan ini tidak bisa kita jawab hanya dengan ya atau tidak. Di barisan
kita sendiri seorang sejajar Trotsky menegaskan, bahwa masa damai itu mungkin
ada. Di pihak lain terdapat cukup alasan yang meramalkan bahwa kapitalisme
dunia segera akan runtuh. Karena adanya ratusan kemungkinan yang menyetujui dan
menentang ramalan akan adanya masa damai, kita seharusnya jangan tenggelam
dalam kemungkinan-kemungkinan itu.
Jika kita sekarang menyusun neraca politik, kita harus berkata, bahwa
kemungkinan akan berhasilnya suatu pukulan umum tehadap kapitalisme dunia tidak
begitu besar daripada tahun-tahun pertama sesudah Revolusi Rusia pada
tahun-tahun 1918-1919-1920. Terangkan sudah, bahwa kita pada masa sekarang ini
tidak lagi dalam keadaan offensif (menyerang, akan tetapi dalam defensif,
mempertahankan diri). Karena pada bulan Oktober 1923 kita tidak mempergunakan
kesempatan memukul hancur borjuasi Jerman, maka borjuasi Jerman kemudian
melakukan offensif (serangan) dan partai kita di Jerman dipaksa bekerja di
bawah tanah. Juga di Italia dimana teror fasis masih tetap berlaku, partai kita
terus harus bekerja di bawah tanah. Di Inggris di mana partai kita yang masih
muda pada beberapa tahun yang akhrinya mendapat kemajuan. Pemerintah Sosial
Demokrat dari Mac Donald diganti oleh pemerintahan konservatif dari Ludwin.
Juga di mana kaum buruh buat sementara waktu harus mundur terhadap reaksi. Di
India, negeri tempat bergantung mati hidupnya Imperialisme Inggris, pergerakan
non-kooperasi yang dipimpin oleh Gandhi pada tahun 1920-1922 telah dapat
menggerakkan jutaan orang yang tertindas dalam suatu demonstrasi, sekarang
menjadi pergerakan parlementer yang tenang “tenang dalam tubuh Partai Swaraj”.
Terhadap gejala-gejala yang membela akan ada satu masa damai, timbul
kekuatan yang tiap waktu dapat menghancurkan impian-impian akan adanya
perkembangan kapitalisme dengan damai yang senantiasa nampak makin jelas. Salah
satu dari kekuatan-kekuatan itu yang senantiasa mengancam hendak menghancurkan
kapitalisme dunia ialah “Persaingan” (Pertentangan) antara berbagai negeri
kapitalisme sendiri. Pertentangan antara kapitalisme Inggris dan Perancis
nampak lebih mendalam daripada apa yang kita dapat lihat sepintas lalu.
Tak dapatlah dibantah, bahwa pertentangan ekonomis dan politik antara dua
negeri imperialis itu akan menyebabkan perang baru. Jerman yang sekarang
menjadi salah satu negeri setengah jajahan yang tertindas, dengan wajar
mengharap dapat mempergunakan tiap kesempatan yang baik untuk membebaskan diri
dari belenggu yang mengikatnya. Kesempatan itu bisa didapatkan, jika persatuan
antara negeri-negeri sekutu terpecah-belah karena pertentangan-pertentangan
yang tumbuh dikalangan sendiri. Juga di Timur Jauh persaingan antara berbagai
imperialis makin tajam. Jepang yang merasa dirinya terancam oleh persekutuan
Inggris-Amerika telah jatuh dalam pelukan lawannya yang terbesar yaitu “Soviet
Uni”. Pertentangan-pertentangan antara negeri-negeri kapitalis, baik yang ada
di Eropa sendiri, maupun di pasaran (Asia) setiap waktu dapat menimbulkan
perang dunia baru. Pembangunan pangkalan armada di Singapura yang sekarang di
teruskan penyelesaiannya oleh pemerintah konservatif Inggris, pameran
perang-perangan di Lautan Teduh dengan maksud mengeratkan kerjasama antara armada-armada
Amerika, Inggris, dan Belanda, untuk menghadapi kemungkinan perang antara
Amerika dan Jepang. Perbaikan angkatan darat dan angkatan laut di Jepang dengan
tergopoh-gopoh, semua itu memperkuat dugaan akan adanya perang dunia baru di
Lautan Teduh yang lebih dahsyat dan lebih mengerikan daripada perang dunia
akhir-akhir ini.
Pertentangan nasional dari berbagai negeri-negeri kapitalis di dunia yang
terpaksa harus melakukan imperialisme dan perang imperialisme, bukanlah
pertentangan satu-satunya. Perkembangan kapitalisme membawa pertentangan yang
tak dapat didamaikan antara borjuis dan buruh, yaitu pertentangan kasta, yang
setiap waktu akan menghancurkan sistem kapitalisme dan membangun sistem baru di
atas puing-puing reruntuhannya.
Proletariat dunia yang karena jumlahnya dan setia kawannya sekarang secara
organis nampak tersusun lebih kuat dari pada borjuis dunia, pada masa sekarang
ini jauh lebih siap untuk merubah tiap-tiap perang imperialis menjadi perang
kasta.
Tak dapat disangkal, bahwa sikap proletar dunia dalam menghadapi kemungkinan
perang dunia sekarang akan berbeda daripada sebelum 1914. Kaum sosial demokrat
yang dulu menyerahkan kaum buruh kepada kaum borjuis untuk dijadikan umpan
meriam, dikemudian hari akan tak mampu lagi menipu dan mengkhianati kaum buruh.
Jika di masa sebelum perang dunia belum terdapat satu partai komunis yang
tersusun rapi, sekarang Internasionale ke-3 telah mempunyai seksi-seksi
revolusionernya hampir di semua negeri di dunia. Pada masa sekarang ini kaum
buruh Eropa Barat di bawah pimpinan Sarekat Sekerja International Amsterdam
(beraliran sosial demokrat) sedang melakukan perundingan dnegan Sarekat Sekerja
Internasional Moskow. Dengan perundingan ini akan tercipta satu persatuan dari
kedua Internasionale itu yang akan mewujudkan satu kekuatan dunia yang belum
pernah ada di dunia. Jika persatuan ini telah dapat terbentuk, maka runtuhnya
kapitalisme dunia lebih psati daripada yang sudah-sudah.
Bila kapitalisme dunia akan runtuh, kita tak dapat meramalkan dan ramalan
itupun tak perlu. Komunisme tidak didasarkan atas lelamunan teosofi. Kaum
komunis menyiapkan diri untuk berjuang dan melakukan perjuangan itu bukannya
karena mereka percaya pada komunisme sebagai satu kegaiban dunia, akan tetapi
karena menurut materialisme dialektika Marx, yakni perjuangan kasta, yang telah
dapat membawa peri penghidupan yang semula sangat primitif kepada tata hidup
kapitalisme dengan mutlak harus membawa peri penghidupan masyarakat kita dewasa
ini kepada bentuk yang lebih tinggi, yaitu komunisme.
Kita, kaum komunis janganlah agaknya sangat asyik memikirkan persoalan
tentang ada dan tidaknya kemungkinan masa damai dan kemungkinan lamanya masa
damai. Kita tak boleh merasa pesimis, pun tak boleh merasa optimis, karena
kedua perasaan itu akan mudah membawa kita kepada oportunisme.
Adalah kewajiban kita membentuk di mana-mana Partai Komunis (Partai Rakyat
Pekerja) dan memperkuatnya, membawa massa yang mendertia di bawah pimpinan kita
dan akhirnya memperkuat ikatan dan setia-kawan internasional.
Jika nanti waktu untuk bertindak bagi kita telah datang baik nasional maupun
internasional, maka tiap-tiap komunis dan tiap-tiap seksi Internasionale ke-3
harus mengetahui tugas-tugasnya masing-masing yang harus dilakukan.
BAB II
SITUASI DI INDONESIA
Jika kita bayangkan kapitalisme sebagai satu gedung dan negeri-negeri di
dunia adalah tiang-tiang yang mendukung gedung itu, maka Indonesia merupakan
salah satu dari tiang-tiang itu. Kita mengetahui sebelumnya bahwa cepat atau
lambat gedung itu sekali waktu akan runtuh seluruhnya. Akan tetapi wujud dan
luas runtuhannya serta cara bagaimana runtuhnya, hanya praktek yang akan
menentukan. Sangat mungkin bahwa semua tiang akan serentak tumbang dan
bersama-sama dengan itu juga robohlah seluruh bangunan. Akan tetapi mungkin
juga bahwa tiang-tiang itu tidak tumbang serentak, tetapi berurutan, tiap-tiap
kali tiang tumbang membawa sebagian dari bangunan itu roboh. Gelombang ekonomi
politik yang menggelora di seluruh dunia sehabis perang dunia, hampir-hampir
melompat jatuhkan bangunan kapitalisme dunia yang telah goyah. Salah satu dari
tiang-tiang yang sangat lapuk, yaitu kapitalisme Rusia, tak dapat bertahan diri
dan roboh. Kerobohannya ini hampir-hampir menyebabkan runtuhnya bangunan
seluruhnya. Akan tetapi ketika borjuis dunia dalam keadaan gelisah, ketika
proletariat dunia hendak memberi pukulan yang menentukan kepadanya, ketika
itulah datang budak-budaknya, yaitu kaum sosial demokrat, untuk menahan
jatuhnya bangunan kapitalisme dengan dukungan akum buruh dan memberi kesempatan
kepada borjuasi memperbaiki bangunan itu sedapat mungkin. Jatuhnya kapitalisme
Rusia karenanya tidak diikuti oleh kapitalisme di negeri-negeri lain. Akan
tetapi pekerjaan tambal sulam kaum sosial demokrat tidak akan mampu menghalangi
keruntuhan bangunan yang lapuk di dalam itu untuk selama-lamanya.
Kami kaum komunis Indonesia tak akan dapat menggantungkan politik kami
melulu pada pengharapan, agar negeri-negeri kapitalis di dunia runtuh lebih
dahulu. Jika kapitalisme kolonial di Indonesia besok atau lusa jatuh, kita
harus mampu menciptakan tata tertib baru yang lebih kuat dan sempurna di
Indonesia.
Kebobrokan kapitalisme kolonial Belanda nampak makin lama makin terang.
Kapitalisme Eropa dan Amerika didukung oleh kaum sosial demokrat. Di
tanah-tanah jajahan seperti : Mesir, India, Inggris, dan Filipina imperialisme
yang sedang goyah didukung oleh borjuis nasional. Tetapi di Indonesia tak ada
sesuatu yang berarti yang mampu menolong menegakkan kembali imperialisme
Belanda yang sedang goyah.
Pertentangan antara rakyat Indonesia dan imperialisme Belanda makin lama
makin tajam. Penderitaan massa bertambah pesat. Harapan dan kemauannya untuk
merdeka berlangsung bersama-sama dengan penderitaannya. Politik revolusioner
merembes di antara rakyat Indonesia makin lama makin meluas. Pertentangan yang
makin tajam antara yang berkuasa dan yang dikuasai menyebabkan pihak yang
berkuasa menjadi kalap dan melakukan tindakan-tindakan sewenang-wenang.
Suara merdu politik etis sekarang diganti dengan suasana tongkat karet yang
menjemukan dan gemerincing pedang di Bandung, Sumedang, Ciamis, dan Sidomulyo.
Imperialime Belanda telah melampaui batas poltiik etis. Pelaksanaan politik
tongkat karet dan pistol diresmikan dengan darah dan jiwa proletar. Rakyat
Indonesia di bawah ancaman dan siksaan di luar batas prikemanusiaan tetap
menuntut hak-hak kelahirannya ialah hak-hak yang semenjak puluhan tahun yang
lalu telah diakui di Eropa dan Amerika, tetapi oleh imperialisme Belanda
dijawab dengan tindakan-tindakan biadab. Teranglah sudah bahwa tongkat karet
dan pistol tak akan mampu mengundurkan rakyat yang sedang melangkah maju.
Topeng reaksi sekarang telah jatuh. Rakyat Indonesia sekarang telah yakin,
bahwa tak dapatlah diharapkan sesuatu pun dari pemerintah imperialisme. Kita
mengetahui, sekali pun para reaksioner menyambut baik tindakan-tindakan
kekerasan G. G Fock tetapi orang penguasa sendiri dibalik layar akan berunding
dan saling bertanya : “Mengapa rakyat sekarang berbeda dari beberapa tahun yang
lalu”.
Politik apakah yang harus kita lakukan pula sekarang ? Lebih dari 300 tahun
imperialisme Belanda melakukan politik “gertakan” dan “tindakan”. Belum pernah
politik semacam itu oleh rakyat Indonesia yang sabar disambut dengan
terang-terangan dan sewajarnya, sebagaimana telah terjadi pada 1 Februari tahun
ini. Pemberontakan-pemberontakan yang telah terjadi di semua bagian daerah
Indonesia selama 300 tahun, yang telah mengorbankan beribu-ribu jiwa
orang-orang Indonesia, pemberontakan Diponegoro, Aceh, Toli-toli, dsb, tak
dapat kita persamakan dengan apa yang terjadi di Priangan dan Madiun. Bukan
karena sumpah, jimat, suara gaib atau segala kegelapan-kegelapan feodal yang
salam ini menjadi sandaran hidup rakyat “Priangan” akan tetapi karena hak-hak
yang nyata dan wajar sebagai manusia yang mendorong mereka mengorbankan jiwanya
unutk mendapatkan hak-hak itu. Maka tak heranlah kita, jika pihak yang berkuasa
pada masa ini, berkata kepada diri sendiri “Orang Indonesia tak dapat lagi
digertak dan ditindas”/ kita hanya dapat menambahkan “Selamat jalan jiwa-jiwa
budak dan ……..buat selama-lamanya”.
Di belakang layar orang-orang pemegang kekuasan juga akan merundingkan
cara-cara untuk menghapus pertentangan yang tajam dengan rakyat Indonesia.
Sebab lebih dari yang sudah-sudah, maka ucapan Multatuli akan lebih lantang
bergema dikupingnya : “ Jika setiap orang Jawa meludah ke tanah, maka mati
tenggelamlah orang-orang Belanda”. Karenanya juga akan dibicarakan cara
memperbaiki keadaan ekonomi rakyat. Bersamaan dengan itu juga akan dirundingkan
kemungkinan memberi hak-hak politik lebih banyak kepada golongan orang
Inodnesia tertentu. Akan tetapi dengan mengenal susunan sosial-ekonomi
Indonesia kita kaum komunis dnegan tegas dapat mengatakan, bahwa pemegang
kekuasaan itu tak akan dapat selangkah keluar dari lingkungan sempit
birokrasinya.
Sebab bagaimana imperialisme Belanda dengan seketika dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang telah berlangsung berabad-abad dengan serentak.
Di India-Inggris umapamanya, di mana sejak bertahun-tahun telah ada industri
nasional yang kuat, di sana dapat diadakan jembatan untuk menghubungkan
pertama-tama modal Inggris dengan modal nasional, kemudian menghubungi jurang
yang curam antara politik imperialisme dan politik nasional. Tetapi politik
imperialisme Belanda sejak semula ditujukkan pada penghancuran industri kecil
dan perdagangan kecil nasional teristimewa di Jawa. Penghancuran itu dapat
terlaksana, jika orang yakin, dapat mempergunakan modal Tionghoa sebagai alat
untuk memisahkan rakyat Indonesia dari rakyat Belanda. Semua industri milik
suku Jawa mati tak lama sesudah imperialisme Belanda mulai masuk. Dengan
matinya industri suku Jawa itu mati jugalah kerajinan dan inisiatif suku Jawa,
yang mempunyai kemampuan yang diperlukan untuk membangun industri nasional
modern yang berdasar persaingan dan hak milik perseorangan. Karenanya
imperialisme Belanda pada masa ini dengan sungguh-sungguh tidak mengharapkan
mendapatkan titik pertemuan untuk suatu kompromi ekonomi dengan orang-orang
Indonesia. Berhubung dengan itu suatu kompromi dalam politik akan merupakan
sesuatu yang tidak tegas. Menambah jumlah anggota Volksraad dengan dua atau
tiga orang Indonesia lagi, atau memberikan konsensi politik lebih banyak kepada
orang Indonesia akan hanya berarti satu tetes air saja diatas besi yang
membara. Memang teranglah, bahwa krisis Indonesia bukannya hanya krisis
politik, seperti di Mesir, India-Inggris dan Filipina, akan tetapi juga
terutama adalah krisis ekonomi. Krisis ekonomi ini tak akan dapat disembuhkan
dalam beberapa tahun.
Pun seandainya dokter Morgan berkehendak menyembuhkan imperialisme Belanda
dengan memberi pinjaman uang kepadanya, akan masih ada pertanyaan, apakah ia
akan mampu membangkitkannya dari tempat tidurnya. Indonesia bukan Austria,
Polandia atau Jerman, di mana Morgan telah menunjukkan daya sembuhnya yang
mengagumkan. Negeri-negeri Eropa tersebut hanya membutuhkan modal. Tetapi
pabrik-pabrik, mesin-mesin, buruh ahli dan tidak ahli sangat cukup adanya.
Indonesia yang mempunyai penduduk yang tahun baca-tulis 5-6 % saja, yang selama
ratusan tahun ditindas dan dihisap, dan kepentingan-kepentingan sosial penduduk
tidak diperhatikan sama sekali., tentu tak akan mungkin menciptakan
tenaga-tenaga teknis yang cakap dalam beberapa tahun yang diperlukan untuk
membangun industri-industri baru (industri-industri logam dan tekstil) yang
akan sanggup berhasil baik menyaingi barang-barang barat. Karenanya Morgan tak
akan meminjamkan uangnya begitu saja kepada imperialisme Belanda.
Sudah tentu Amerika suka menanamkan modalnya di Indonesia, tetapi hanya di
perusahaan-perusahaan yang akan dapat segera menghasilkan keuntungan dengan
cepat yang akan dapat memenuhi keuntungan secara langsung, seperti dalam
perusahaan minyak atau karet. Akan tetapi pada masa sekarang ini terdapat
over
produksi karet kecuali itu Amerika telah mempunyai cukup perkebunan karet di
Indonesia, sehingga tak perlu memikirkan membuka perkebunan karet baru.
Mengenai minyak kita masih ingat, bahwa Colyn telah menyerahkan semua tambang
minyak di Jambi kepada
Maatschappiy minyak Inggris dan Belanda, yaitu
de Koninklijke sebagai monopoli.
Karena imperialisme Belanda tak akan mungkin mendekati rakyat Indonesia
dengan memberikan konsesi politik dan ekonomi, ia harus melakukan politik
biadab yang lama, warisan dari Oost Indische Compagnie. Angkatan darat dan laut
harus diperkuat. Ini adalah jawaban satu-satunya yang tinggal terhadap rakyat
Indonesia yang senantiasa bertambah melarat yang makin bertambah gigih berani
mempertahankan tuntutan hak-haknya sepenuhnya.
Marx pernah berkata : “Proletariat tak akan kehilangan sesuatu miliknya,
kecuali belenggu budaknya”. Kalimat ini dapat kita gunakan di Indonesia lebih
luas. Disini anasir-anasir bukan proletar berada dalam penderitaan yang sama
dengan buruh industri, karena di sini tak ada industri nasional, perdagangan
ansional. Dalam bentrokan yang mungkin terjadi antara imperialisme Belanda dan
rakyat Indonesia tak seorang Indonesia pun akan kehilangan miliknya karena
bentrokan itu. Di Indonesia kita dapat serukan kepada seluruh rakyat : “Kamu
tak akan kehilangan sesuatu milikmu kecuali belenggu budakmu”.
BAB III
TUJUAN PKI
Tujuan partai-partai komunis dunia ialah menggantikan sistem kapitalisme dengan
komunisme. Waktu terpukul hancurnya kapitalisme, dan terpukul jatuhnya borjuasi
belumlah mewujudkan komunisme. Antara kapitalisme dan komunisme ada satu masa
peralihan. Dalam masa peralihan ini, proletariat melakukan diktator atas
borjuasi. Ini berarti bahwa proletariat dunia memaksakan kehendaknya atas
borjuasi dunia yang berulangkali mencoba mendapatkan kembali kekuasaan politik
dan ekonomi yang hilang, agar dapat mempergunakan kembali alat-alat pemeras dan
penindasnya. Dalam masa penindasan itu, negeri-negeri kapitalis alat-alat
penindasan borjuasi dunia diganti dengan negeri-negeri Soviet. Soviet adalah
perwujudan diktator proletariat. Tujuan Soviet ialah menghapuskan kapitalisme
dan mempersiapkan tumbuhnya komunisme.
Negara Soviet sebenarnya belum mewujudkan komunisme. Untuk mecapai komunisme
orang harus melalui jalan yang lamanya mungkin puluhan tahun. Permulaan
komunisme yang tulen berarti berakhirnya Negara Soviet. Negara Soviet akan
berhenti sebagai negara, yaitu sebagai alat penindas dari proletariat, jika
orang-orang borjuasi sebagai pemeras dan penindas telah dibasmi atau berubah
menjadi anggota pekerja masyarakat komunisme.
Di masa kekuasaan diktator proletariat, maka industri besar yaitu
industri-industri yang cukup terpusat, dinasionalisi. Itu berarti bahwa
industri-industri itu diserahkan kepada negara proletar. Dengan nasionalisasi
industri-industri besar, hak milik perseorangan tak berlaku lagi dan diganti
dengan hak milik komunal. Dengan demikian juga akan hapuslah anarkisme dalam produksi,
yaitu : menghasilkan barang keperluan hidup yang satu sama lain tidak ada
sangkut pautnya sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat kapitalis. Sebagai
gantinya diadakanlah rasionalisasi, yaitu menghasilkan barang-barang keperluan
hidup menurut kebutuhan masyarakat. Dengan hapusnya hak milik perseorangan dan
anarki dalam produksi, persaingan juga akan hapus. Berhubungan dengan itu juga
akan lenyaplah kata-kata yaitu : Kasta Proletar dan Kasta Borjuasi.
Dengan hapusnya persaingan juga tak akan berlaku lagi politik imperialisme,
yaitu politik modal bank sesuatu negara kapitalis untuk merampas negara-negara
yang dibutuhkan sebagai pasaran kelebihan hasil pabriknya, dan selanjutnya
untuk mendapatkan bahan-bahan mentah bagi industri-industrinya serta penanaman
kelebihan modalnya.
Jika imperialisme tak ada lagi, perang imperialis pun tak akan ada. Pendek
kata dalam masyarakat komunis akan hapuslah adanya hak milik perseorangan,
anarki dalam produksi, persaingan, kasta-kasta, imperialisme dan peperangan
imperialis. Sebagai gantinya tersusunlah hak milik bersama, produksi rencana,
penukaran produksi dengan sukarela dan internasionalisme, yaitu perdamaian,
kerjasama dan persaudaraan antara berbagai bangsa di dunia.
Apa yang diuraikan di atas adalah teori komunis yang bisa menjadi kenyataan
jika kapitalisme dunia jatuh serentak, sebagaimana yang hampir-hampir terjadi
pada tahun-tahun pertama sesudah revolusi Bolshevik pertama di Rusia. Karenanya
Soviet Uni pada permulaan revolusi segera disusun atas dasar proletar yang agak
tulen. Bukankah pengkhianatan kaum sosial demokrat yang hingga sekarang dapat
menghalangi keruntuhan umum kapitalisme yang memaksa bolshevik mengadakan
langkah mundur pada tahun 1921. Langkah mundur ini harus diterima dalam arti
ekonomi dan taktik. Dalam arti ekonomi karena Negara Soviet mengijinkan
berlakunya kembali hak milik perseorangan kepada petani-petani yang merupakan
80 % dari jumlah penduduk Rusia dan kepada borjuis-borjuis kecil di kota-kota,
dan bersamaan dengan itu melakukan perdagangan dengan penghasilan barang
dagangan atas dasar kapitalisme. Tapi langkah ini ternyata perlu karena
perusahaan-perusahaan kecil yang belum cukup adanya pemusatan teknis dan
administratif dan mula-mula juga dinasionalisi, menumbuhkan birokrasi yang maha
besar. Karena sekarang hak milik perseorangan dan perdagangan para
petani-petani dan perusahaan-perusahaan kecil diijinkan, lenyaplah serentak
birokrasi dan ekonomi Rusia dapat berjalan lebih lancar. Kenyataan yang
terakhir ini menunjukkan keuntungan politik yang banyak tak terduga, karena
dengan demikian petani-petani dapat ditarik dalam barisan pendukung Negara
Buruh.
Politik Ekonomi Buruh sebagaimana orang menamakannya tak akan terbatas
khusus para Rusia yang terbelakang. Juga di negeri-negeri yang murni kapitalistis
seperti Jerman, Inggris dan Amerika dimana
+ 75 % dari penduduknya
menjadi buruh, adanya hak milik perseorangan dan perdagangan pada borjuis kecil
dan golongan petani adalah suatu keharusan. Terutama di Indonesia politik
ekonomi baru itu mempunyai arti yang sangat besar. Kapitalisme Indonesia adalah
kapitalisme kolonial dan tidak akan tumbuh secara tersusun dari masyarakat
Indonesia sendiri, sebagaimana halnya dengan kapitalisme Eropa. Ia dipaksakan
dengan kekerasan oleh suatu negeri imperialis Barat dalam masyarakat feodal
Timur, untuk kepentingan-kepentingan negeri Barat.
Kapitalisme Indonesia masih dalam taraf permulaan perkembangannya.
Industri-industri besar seperti industri-industri untuk membikin mesin-mesin,
lokomotif-lokomotif dan kapal, malah industri-industri yang sangat penitng,
seperti tekstil, masih belum ada. Berhubung dengan itu proletariat Indoensia
berada lebih rendah daripada proletariat Eropa Barat dan Amerika. Diktator
Proletariat yang tulen akan dapat membahayakan prikehidupan ekonomi di
Indonesia, terlebih jika revolusi dunia tak kunjung datang. Akibatnya daripada
itu bagian yang terbesar daripada penduduk, yaitu orang-orang yang bukan
proletar, sangat mudah dihasut melawan buruh Indonesia yang kecil jumlahnya.
Untuk menjamin pripenghidupan ekonomi di Indonesia dalam kemerdekaan
nasional yang mungkin datang, kepada penduduk yang bukan proletar harus
diberikan kesempatan (dalam jatah yang terbatas) mengusahakan hak milik
perseorangan dan perusahaan-perusahaan kapitalisme. Lebih daripada itu, negeri
harus memberikan kepadanya bantuan baik materiil maupun moril, untuk
mempertinggi produksinya. Sudah barang tentu, perusahaan-perusahaan besar harus
segera dinasionalisi. Dengan demikian kegiatan ekonomi rakyat dapat
diperkembang tanpa kekuatiran akan datangnya kasta-kasta atau golongan lainnya.
Dengan demikian pertimbangan ekonomi antara proletar dan bukan proletar dapat
dicapai dan dipertahankan.
Apabila perimbangan ekonomi telah tercapai, maka perimbangan politik akan
menyusul dan dengan sendirinya. Sudah semestinya, buruh Indonesia sebagaimana
halnya dalam ekonomi jalan politik tak boleh melangkah lebih jauh. Malah jika
nanti buruh dalam perjuangan kemerdekaan nasinal dapat bagian yang maha besar,
malah mereka tak boleh sama sekali mengabaikan adanya orang-orang bukan
proletar dalam perjuangan mendapatkan bagian yang sama besarnya atau lebih, di
Indonesia sistem Soviet yang tulen buat sementara waktu masih belum dapat
direncanakan. Memang kita harus selalu ingat, bahwa buruh menurut kualitas dan
kuantitasnya ada rendah, sedangkan orang-orang bukan proletar dalam jumlah
besarnya dan objektif dan revolusioner, yang kecuali itu hampir semuanya
tergoloong pada pemilik kecil. Karenanya dalam “Indonesia Merdeka” cara
bagaimanapun kepara orang-orang bukan proletar harus diberikan kesempatan
mengeluarkan suaranya. Akan tepat adanya, jika buruh dalam perang kemerdekaan
nasional yang mungkin datang, mewujudkan barisan pelopor daripada seluruh
rakyat, maka perusahaan-perusahaan besar akan jatuh ditangannya dan selaras
dengan itu kekuasaan politik. Perimbangan politik dengan orang-orang bukan
proletar akan mudah dapat diciptakan, yang mana akan sangat penting adanya bagi
Indonesia Merdeka.
Apabila neraca nasional baik ekonomi maupun politik telah tercapai, maka
Indonesia selanjutnya akan dapat berkembang di lapangan ekonomi dan politik!
Kecepatan menuju ke arah Negara Soviet yang tulen dan selanjutnya ke arah
komunisme tergantung kepada keadaan internasional dan lebih lanjut pada
perkembangan industri di Indonesia sendiri.
PROGRAM NASIONAL PKI
- EKONOMI.
- Menasionalisi
pabrik-pabrik dan tambang-tambang seperti tambang arang batu, timah,
minyak dan tambang emas.
- Menasionalisi
hutan-hutan dan perusahaan-perusahaan modern seperti perusahaan gula,
karet, teh kopi, kina, kelapa, nila dan tapioka.
- Menasionalisi
perusahaan-perusahaan lalulintas dan angkutan.
- Menasionalisi
bank-bank, perusahaan-perusahaan perseorangan dan maskapai-maskapai
perniagaan besar lainnya.
- Me-elektrifisir
Indonesia dengan membangun indsutri-industri baru dengan bantuan negara
seperti pabrik-pabrik mesin dan tekstil dan galangan pembikinan kapal.
- Mendirikan
koperasi-koperasi rakyat dengan bantuan kredit yang murah dari negara.
- Memberikan bantuan
hewan dan alat-alat kerja kepada kaum tani untuk memperbaiki pertaniannya
dan mendirikan kebun-kebun percobaan negara.
- Pemindahan penduduk
besar-besaran biaya negara dari Jawa ke daerah-daerah luar Jawa.
- Pembagian
tanah-tanah yang tidak ditanami antara petani-petani melarat dan yang
tidak mempunyai tanah dengan bantuan uang mengusahakan tanah-tanah itu.
- Menghapuskan
sisa-sisa feodal dan tanah-tanah partikelir dan membagikan yang tersebut
belakangan ini kepada petani melarat dan proletar.
- POLITIK.
- Kemerdekaan
Indonesia dengan segera dan tak terbatas.
- Membentuk republik
federasi dari pebagai pulau-pulau Indonesia.
- Segera memanggil
rapat nasional dan yang mewakili semua rakyat dan agama di Indonesia.
- Segera memberi hak
politik sepenuhnya kepada penduduk Indonesia baik laki-laki maupun
wanita.
- SOSIAL.
- Gaji minimum, kerja 7
jam dan perbaikan jam kerja dan penghidupan buruh.
- Perlindungan kerja
dengan pengakuan hak mogok di antara buruh.
- Pembagian keuntungan
bagi buruh di industri-industri besar.
- Membentuk
majelis-majelis buruh di Industri-industri besar.
- Pemisahan gereja dan
negara dan mengakui kemerdekaan agama.
- Memberikan hak-hak
sosial, ekonomi, dan politik kepada semua warga negara Indonesia baik
laki-laki maupun wanita.
- Menasionalisasi
rumah-rumah besar dan membangun rumah-rumah baru dan distribusi
rumah-rumah antara buruh negara.
- PELAJARAN DAN PENDIDIKAN.
- Wajib belajar bagi
anak-anak semua warga negara Indonesia dengan Cuma-Cuma sampai umur 17
tahun dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan bahasa Inggris
sebagai bahasa asing yang terutama.
- Menghapuskan sistem
pelajaran sekarang dan menyusun sistem yang langsung berdasarkan atas
kepentingan-kepentingan Indonesia yang sudah ada dan yang akan dibangun.
- Memperbaiki dan
memperbanyak jumlah sekolah-sekolah kejuruan, pertanian, dan perdagangan
dan memperbaiki dan memperbanyak jumlah sekolah-sekolah bagi
pegawai-pegawai tinggi di lapangan teknik dan administrasi.
- MILITER.
- Menghapuskan tentara
imperialis dan mengadakan milisi rakyat untuk mempertahankan Republik
Indonesia.
- Menghapuskan kehidupan
di kamp-kamp (tangsi-tangsi) dan semua UU yang merendahkan militer
rendahan mengijinkan bertempat di kampung-kampung dan di rumah-rumah baru
yang dibangun untuk mereka, perlakuan lebih baik dan mempertinggi gaji
mereka.
- Memberikan hak
sepenuhnya untuk mengadakan organisasi dan rapat kepada militer
Indonesia.
- POLISI.
- Pemisahan pangreh
praja, polisi, dan justisi.
- Memberikan hak-hak
sepenuhnya kepada tiap-tiap terdakwa unutk melindungi diri menentang
hakim di muka pengadilan, dan membebaskan terdakwa dalam waktu 24 jam
jika bukti dan saksi-saksi bagi mereka ternyata cukup.Tiap-tiap perkara
yang mempunyai dasar hukum, harus diselesaikan dalam waktu lima hari yang
sesuai tertib dan di muka umum.
- RENCANA AKSI.
- Menuntut 7 jam
kerja, gaji minimum dan syarat-syarat kerja dan penghidupan yang lebih
baik bagi buruh.
- Mengakui Sarekat
Sekerja dan hak mogok.
- Organisasi dan
petani untuk hak-hak ekonomi dan politik.
- Penghapusan peenalo
sanctie.
- Menghapuskan
hukum-hukum dan undang-undang untuk menindas pergerakan politik, seperti
hak-hak pemerintah untuk :
- Mengasingkan
tiap-tiap orang yang dipandang berbahaya bagi pemerintah.
- Melarang
pemogokan.
- Melarang dan
membubarkan rapat-rapat.
- Melarang penyiaran
pers.
- Melarang
memberikan pelajaran-pelajaran dan pengakuan sepenuhnya atas kemerdekaan
bergerak.
- Menuntut hak
berdemonstrasi, demonstrasi massa di seluruh Indonesia melawan penindasan
ekonomi dan politik seperti : pajak pembebasan dengan segala tawanan
politik dan pengembalian orang buangan politik, massa aksi yang mana
harus diperkuat dengan pemogokan umum dan melawan pemerintah.
- Menuntut hapusnya Volksraad,
Raad van Indie dan Algemeene Secretaris dan pembentukan
Majelis Nasional (National Assembly) dari mana nanti akan
dipilih Badan Pelaksana yang bertanggung jawab kepara Majelis Nasional.
KETERANGAN PENDEK
TENTANG PROGRAM
Belum ada sesuatu partai politik di Indonesia yang begitu jauh telah
mengumumkan programnya. Baik partai dari intelektuil-intelektuil seperti Budi
Utomo dan Nasional
Indische Partij maupun massa Partai Sarekat Islam
dapat menyusun dengan pendek tuntutan-tuntutan ekonomi dan politiknya. Mereka
berpegang teguh pada perkataan merdeka yang sama. Mereka tak pernah mengupas
keadaan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia. Karenanya mereka juga tak
pernah sampai pada programnya, sebab suatu program bukannya hanya satu “daftar
keinginan”, akan tetapi harus didasarkan atas susunan sosial ekonomi sesuatu
negeri.
Juga Partai Komunis Indonesia belum pernah menyusun apa yang ia sebenarnya
mau-kan sekarang di bawah imperialisme, dan sesudah hapusnya imperialisme.
Sudah tepat pada waktunya kita kerjakan sekarang. Bukannya karena program
adalah segala sesuatunya! Tidak, tak ada sesuatu program revolusioner yang
berarti, jika tak ada pergerakan revolusioner. Akan tetapi juga, jika tiap-tiap
gerakan revolusioner yang tak mempunyai dasar teori yang nyata dan tujuan
revolusioner yang tersusun tegas (yaitu suatu program) akan tak berdaya suatu
apa dan akan menjadi alat kapitalisme. Sebagai bukti dapat kita ambil sebagai
contoh : BU, NIP, dan SI. Ketiga-tiganya setidak-tidaknya pada permulaan adalah
revolusioner. Akan tetapi tak ada satu yang bisa menyusun revolusionernya.
Memang pemimpin dan disiplin menyebabkan juga keruntuhan partai-partai ini,
akan tetapi sebab yang terutama ialah tak adanya tujuan yang tersusun (program)
dan penguraian yang jelas tentang jalan-jalan yang harus ditempuh (taktik).
Pergerakan revolusioner di Indonesia selalu masih ada. Jika pergerakan ini
hendak mendapatkan hasil, maka sekarang telah pada waktunya, kita menyusun
program nasional dan mengumumkan program ini kepada seluruh rakyat.
Kita kira, program kita ini selaras dengan keadaan ekonomi sosial Indonesia,
kita dapat dengan rasa berat selangkah lebih jauh dalam tuntutan kita, tanpa
menyusahkan kita sendiri. Di bagian lain kita tak akan dan tak perlu mundur
selangkah pun. Program ini agaknya sesuai dengan kemungkinan, baik
internasional maupun nasional. Jika besok atau lusa kapitalisme dunia jatuh,
sehingga rakyat Indonesia bisa mendapatkan segala bantuan lahir dan batin
dengan langsung dari proletariat barat, maka program ini dapat digunakan
sebagai dasar yang kuat untuk membentuk bangunan komunistis. Jika kita besok
atau lusa terpaksa melakukan perjuangan nasional sendiri, maka program ini
cukup mempunyai unsur-unsur untuk membangkitkan dan memusatkan tenaga-tenaga
seluruh rakyat Indonesia yang sedang tidur, tenaga-tenaga yang sangat
dibutuhkan untuk mendapatkan kemerdekaan nasional.
Jika kita selanjutnya mendapatkan kemerdekaan itu, kita dapat juga
mempertahankannya dengan lebih baik. Dengan tenaga-tenaga yang terdapat di
Indonesia kita – nanti sesudah mendapatkan kemerdekaan – dapat melangkah ke
arah komunisme internasional lebih cermat dan dengan pengharapan lebih banyak.
Jika kita dapat melaksanakan program ini di Indonesia Merdeka, maka
kemerdekaan semacam itu akan lebih nyata daripada yang dinamakan merdeka di
banyak negara-negera modern di dunia. Buruh Indonesia akan memiliki industri-industri
besar dan melakukan kekuasaan yang nyata baik dalam ekonomi maupun dalam
politik negara. Penindasan dan pemerasan yang pada masa sekarang ini diderita
oleh buruh-buruh Jepang, Amerika, Inggris, dll. tak akan ada lagi. Hubungan
sosial antar budak dan majikan akan memberikan tempat pada persamaan dan
kemerdekaan. Laba yang berjuta-juta jumlahnya yang sekarang mengalir ke dalam
saku-saku lintah darat, yang bertempat tinggal
Zorgvliet (Den Haag)
akan dapat digunakan untuk memajukan industri Indoenesia (tekstil dan
pabrik-pabrik mesin, galangan-galangan kapal dan pekerjaan-pekerjaan tenaga
air). Kecuali itu laba itu akan dapat digunakan untuk bantuan keuangan pada
petani-petani, pedagang-pedagang kecil, industri-industri kecil dsb. Pendek
kata program kita bukan hanya meliputi perburuhan dalam arti kata yang sangat
sempit, akan tetapi dalam seluruh rakyat Indonesia.
Kita berani katakan sedemikian itu, bukannya karena kita hendak menjanjikan
kepada setiap orang satu surga, akan tetapi untuk kepentingan kemerdekaan
sendiri! Kepentingan kemerdekaan itu menyarankan, bahwa orang-orang bukan
proletar (petani-petani, pedagang-pedagang kecil, pengusaha-pengusaha kecil dan
orang-orang intelek) harus juga diberikan pembagian ekonomi, jika buruh
menasionalisi industri-industri besar. Karena kapital nasional sangat kecil
adanya yang dapat menyebabkan adanya kekuatiran akan politik nasionalisasi
buruh, dan karena lebih dari 90 % dari penduduk berada dalam mendertia dan
kemelaratan, maka kerjasama antara proletar dan bukan proletar memang sangat
mungkin. Dengan pembangunan industri-industri dan koperasi-koperasi negara
lebih banyak, dengan bantuan negara yang nyata kepada orang-orang bukan
proletar, maka lambat laun akan lenyap segala sesuatunya yang kecil untuk memberikan
tempat kepada perusahaan-perusahaan besar atas dasar teknik yang lebih tinggi;
milik bersama dan kerjasama. Perusahaan-perusahaan kecil harus insyaf, bahwa
perusahaan negara dapat menghasilkan lebih cepat, lebih baik dan lebih murah
daripada mereka.
Bilamana mereka menginsyafi ini, maka mereka akan dengan sukarela
menyerahkan diri kepada perusahaan-perusahaan negara dan akan meninggalkan
perusahaan kecilnya.
Jika proses ekonomi ini, yaitu peleburan perusahaan-perusahaan kecil ke
dalam perusahaan-perusahaan negara yang besar dapat berjalan langsung dengan
kesesuaian di Indonesia merdeka, maka politik borjuis kecil lambat laun juga
akan lenyap untuk memberikan tempat kepada politik internasional buruh.
Teranglah sudah, bahwa orang-orang bukan proletar di Indonesia pada masa
ini, sekalipun revolusioner nampaknya dalam politiknya adalah nasional yang
sempit. Mereka hanya menginginkan penghapusan imperialisme, bukannya
penghapusan milik. Akan tetapi buruh Indonesia menganggap orang-orang bukan
proletar bukan sebagai lawan. Bagi Indonesia ada gejala yang menguntungkan,
bahwa orang bukan proletar menyerahkan diri di bawah pimpinan buruh (bertubuh
dalam PKI). Kerjasama antara proletar dan bukan proletar telah menunjukkan
sebagai tenaga hidup. Di Priangan, di mana kapitalisme tidak meresap begitu
dalam, di mana borjuis kecil mempunyai peranan yang menentukan, di sana
orang-orang bukan proletar di bawah pimpinan kaum Komunis menunjukan keberanian
dan keuletan. Kepada PKI terletak tugas membangkitkan tenaga-tenaga yang sedang
tidur yang sangat banyak jumlahnya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dll.
Berangsur-angsur SR harus menjadi organisasi dari semua musuh imperialisme.
Jika penduduk di kota-kota besar di Jawa dan penduduk di luar Jawa telah
menginsyafi, bahwa program PKI bertujuan mempertinggi kesejahteraan rakyat pada
umumnya dan bukan mengabaikan kepentingan orang-orang bukan proletar, maka
orang-orang yang tersebut belakangan ini seluruhnya akan menyerahkan diri di
bawah pimpinan PKI.
Adalah kemestian sejarah, bahwa PKI harus mengambil pimpinan revolusioner.
Dimana tak terdapat adanya kapital nasional, di sana kasta buruh industri –
sebagai kasta yang tersusun rapi dan lebih cukup – adalah satu-satunya kasta
yang mampu menciptakan organisasi ekonomi dan politik yang kuat dan menunjukkan
tujuan yang jelas dan terperinci. Karena orang-orang bukan proletar di
Indonesia tidak merupakan suatu pertumbuhan kasta tertentu, bagi mereka sangat
sukar menyusun tujuan kasta, apalagi memberikan pimpinan yang teguh kepada
rakyat Indonesia. Ini dibuktikan dengan kegagalan-kegagalan partai-partai bukan
proletar seperti BU, NIP, dan SI. Jika orang-orang bukan proletar di Indonesia
berkehendak berjuang untuk mencapai kemerdekaan nasional, maka mereka harus
segera memperoleh bantuan buruh industri yang dengan kesadaran organisasi
politik dan sarekat-sarekat sekerjanya akan mampu menghancurleburkan alat-alat
politik dan ekonomi imperialis.
Juga sesudah kemerdekaan nasional tercapai kerjasama yang erat antara
proletar dan bukan proletar adalah suatu syarat yang mutlak. Jika kerjasama itu
terputus, terlebih-lebih jika orang-orang bukan proletar menjadi lawan buruh
industri, maka kemerdekaan nasional hanya memberikan satu jalan bagi perbudakan
nasional baru. Tak jauh daripada Indonesia terdapat pencuri-pencuri
internasional seperti imperialis-imperialis : Inggris, Amerika, Jepang, yang
nanti akan melancarkan serangan imperialisme pada tiap-tiap kesempatan yang
baik. Selama Indonesia ke dalam tetap bersatu dan solider, selama itu mereka
akan menangguhkan usahanya merampas Indonesia. Akan tetapi begitu lekas
perpecahan di dalam, mereka akan segera mendapatkan jalan melaksanakan untuk
sekian kalinya politik
devide et imperanya (memecah belah rakyat dalam
golongan-golongan untuk dikuasai) Indonesia terdiri dari pelbagai pulau yang
berada pada pelbagai tingkatan kebudayaan, memberikan lapangan baik bagi
pencuri-pencuri internasional. Daerah-daerah di luar Jawa yang bersifat sangat
borjuis kecil akan mudah dapat diperalat melawan Jawa yang sangat Proletaris.
Suatu keadaan seperti di Tiongkok, Mexico, dan negara-negara Amerika Selatan
akan dialamai orang di Indonesia, yaitu adu domba imperialis dan perang saudara
yang kronis (yang tumbuh terus-menerus pada waktu-waktu tertentu).
Hal demikian itu baru kita jaga jangan sampai terjadi! Tetapi bukannya
dengan wajangan kebijaksanaan yang kosong. Hanya suatu program yang benar-benar
bertujuan memperjuangkan kepentingan-kepentingan materiil seluruh rakyat dan
dilaksanakan dengan jujur dapat menciptakan satu setia-kawan, satu setia kawan
yang akan mampu menghancurkan imperialisme, bukan hanya demikian, akan tetapi
juga menjauhkannya buat selama-lamanya dan akhirnya merintis jalan untuk
komunisme internasional.
Pertanyaan, apakah kita mempunyai hak melaksanakan program serupa itu, kita
hanya dapat menjawab dengan beberapa perkataan; lebih dari 300 tahun Indonesia
diinjak-injak dan diperah habis-habisan, dan ribuan jiwa manusia telah
dikorbankan untuk imperialisme Belanda! Ratusan juta gulden telah mengalir ke
dalam saku pengguntingan-pengguntingan kupon Belanda. Dan Kapital Belanda,
sebagaimana tersebut dalam program kita hendak kita nasionalisi, hanya
merupakan satu bagian dari apa yang telah tercuri dari Indonesia selama 300
tahun. Demikian itu masih belum dapat juga mengganti jiwa-jiwa petani-petani
dan buruh-buruh Indonesia, yang di Aceh, Jawa, Jambi dan lain-lain telah
memprotes adanya rampasan dan pembunuhan.
Pertanyaan yang terakhir, ialah apakah kita akan mampu merebut kemerdekaan
nasional dan mempertahankan, kita juga dapat menjawab dengan beberapa
perkataan. Jika kita akan mampu menarik 50.000.000 penduduk Indonesia, untuk
program kita dan jika selanjutnya PKI dan SR memiliki cukup kesadaran, disiplin
dan politik, maka daya gerak rakyat yang tertindas selama 300 tahun tak akan
diabaikan begitu saja..
Kecuali benarnya suatu program, sukses kita dalam perjuangan revolusioner
tergantung pada benarnya taktik dan strategi kita. Dua perkataan terakhir ini
tak dapat dipisahkan hubungannya satu sama lain. Kita dapat katakan, bahwa
taktik adalah satu bagian daripada strategi. Taktik ada hubungannya dengan
operasi revolusioner kita pada suatu tempat tertentu dan suatu waktu tertentu.
Tetapi strategi adalah jumlah operasi revolusioner kita selama seluruh periode
revolusioner. Pukulan taktis adalah menggunakan sebagian kekuatan kita atau
suatu tujuan yang terbatas. Pukulan strategis adalah pukulan terakhir, dimana
kita kerahkan seluruh kekuatan kita untuk mendapatkan kemenangan strategis,
yaitu mematahkan hubungan organisatoris musuh dan kemudian menghancurkannya.
Suatu contoh pukulan taktis adalah pemogokan VSTP pada tahun 1923 dan
rapat-rapat protes di Priangan. Akan tetapi dalam kejadian-kejadian di atas
kita bertindak masih agak kurang sadar. Suatu pukulan taktis yang tulen harus
dilakukan dengan kesadaran yang lebih banyak dan persiapan yang lebih baik.
Kecuali itu, pukulan itu bukannya dipandang sebagai pukulan yang berdiri
sendiri, akan tetapi sebagai satu persiapan atau suatu bagian dari pada pukulan
stategis. Pukulan-pukulan taktis di Indonesia harus banyak mendahului pukulan
strategis sebelum pukulan ini dimulai.
Pukulan strategis yang menentukan dapat menjamin harapan-harapan lebih baik,
jika kita dalam melancarkan pukulan-pukulan taktis dapat menunjukkan
keberanian, kecakapan dan keuletan. Demikian itu tidak berarti, bahwa dalam
suatu perjuangan kita harus berjuang terus sampai habis-habisan. Akan tetapi
kita harus tahu melangkah kembali, di mana ternyata lawan kuat dan tahu
mempergunakan kemenangan, dimana lawan pada satu bagian dari barisan-barisan
terpukul. Semestinya organisasi-organisasi politik kita seperti PKI, SR dan
Sarekat Sekerja kita harus masih banyak melakukan perjuangan, sebelum Staf Umum
PKI dapat merencanakan pukulan strategis. Jika organisasi-organisasi politik
dan ekonomi kita tersebut telah dapat menunjukkan cukup kecakapan, disiplin,
kesadaran, kemauan dan kegairahan maka kemudian tiap-tiap perjuangan taktis
pada tiap waktu dapat diubah menjadi perjuangan strategis.
Jika kita dapat mulai melancarkan pukulan stategis, demikian itu tidak hanya
tergantung pada kualitas organisasi kita, akan tetapi juga pada keadaan ekonomi
politik, baik pun di dalam maupun di luar negeri. Akan tetapi pukulan strategis
itu akan mempunyai harapan lebih besar akan berhasil, jika tiap-tiap aksi
politik atau ekonomi dapat kita lancarkan dengan sukses. Ini berarti, bahwa
kita, seandainya kita tak mendapatkan kemenangan yang lengkap, kita sedapat
mungkin dapat menghindarkan kekalahan, yang dapat melemahkan
organisasi-organisasi kita buat waktu yang lama tetapi bukannya menghindarkan
perjuangan dan pada buruh ditanamkan khayalan seolah-olah dalam masyarakat
kapitalis perjuangan dapat dihindarkan, akan tetapi karena kegiatan persiapan
dan kecakapan revolusioner. Memang benar kemenangan politik atau ekonomi dalam
masyarakat kapitalis adalah relatif, akan tetapi jika kekalahan salah satu
organisasi kita membikinnya tak berdaya buat waktu yang cukup lama, maka dengan
sendirinya waktu untuk melancarkan pukulan strategis diperlambat. Sebaliknya
jika salah satu dari organisasi politik atau ekonomi kita mendapat kemenangan
taktis, maka bukan hanya organisasi yang menang itu saja yang akan mengalami
akibat-akibat yang menguntungkan, akan tetapi seluruh barisan revolusioner di
Indonesia. Sekarang dengan itu kepercayaan atas pimpinan, keyakinan atas
kemenangan terakhir, dan kegairahan dalam perjuangan akan meningkat.
Suatu strategi perang biasa tidak sama dengan strategi revolusioner. Dalam
perang biasa, baik kualitas (jenis), maupun kuantitas (jumlah) pasukan selalu
hampir
constant (tetap). Bagaimanapun halnya lebih sedikit mengalami
perubahan-perubahan daripada pasukan revolusioner. Pada yang tersebut
belakangan ini, baik jumlah maupun jenis dari pengumpulan lebih cepat mengalami
pasang surut. Pasang surut ini ditentukan oleh keadaan ekonomi politik negeri.
Jika seluruh rakyat hidup dalam penderitaan yang sangat sebagaimana halnya di
Indonesia sekarang ini, reaksi bertindak kejam dan berpandangan sempit, maka
gelombang semangat revolusioner sekonyong-konyong meningkat di seluruh negeri
sedemikian rupa, sehingga staf umum revolusioner dengan mendadak mendapatkan
pasukan yang besar jumlahnya, yang tak pernah dialami olehnya. Jika PKI
sekarang umpamanya bisa mendapatkan 50.000-an, maka sesudah dilaksanakan
Inlansche
Verponding (pajak tanah bagi anak bumi) atau suatu tekanan ekonomi
lainnya, akan bisa terjadi, bahwa seluruh rakyat akan bernaung di bawah bendera
komunis. Lebih daripada itu, jika kita tahu mempropagandakan dan mempertahankan
program dan pendirian kita dengan bijaksana dan kegiatan.
Karena pasukan revolusioner lebih banyak mengalami pasang surut daripada
pasukan biasa, maka karena itu staf umum sesuatu organisasi revolusioner dapat
melihat lebih jauh ke depan daripada staf umum pasukan biasa.
Pada permulaan mereka harus telah dapat memperhitungkan seberapa besar
jumlah pasukannya sendiri dan pasukan lawannya yang akan bisa terdapat apda
esok harinya. Selaras dengan itu taktisnya harus lebih banyak disesuaikan
dengan perubahan pasang surut dan justru harus lebih plastis (jelas dan nyata).
Ia harus lebih memperhitungkan moral daripada staf umum pasukan biasa, karena
hal itu lebih merupakan suatu faktor yang menentukan dalam perjuangan
revolusioner daripada dalam perang biasa.
Sekalipun perang biasa mempunyai banyak perbedaan dengan perjuangan
revolusioner, keduanya pun mempunyai titik-titik persamaan, keduanya pun
mempunyai titik perbedaan yang nyata. Hukum-hukum berikut, yang mewujudkan
dasar strategis perang berlaku juga bagi strategi revolusioner.
- Nilai offensif dan
inisiatif.
- Pemusatan kekuatan pada
tempat yang menguntungkan dan waktu yang tepat bagi kita.
NILAI OFENSIF DAN INISIATIF
Dalam tiap-tiap macam perjuangan inisiatif mempunyai nilai besar. Mereka
yang lebih dulu mengambil inisiatif, mempunyai keuntungan besar yang tak
terduga atas lawannya. Sebab ia lebih dahulu melancarkan aksi dan dengan
demikian dapat menimbulkan keadaan yang sama sekali baru di pihak lawannya.
Karenanya lawan tak dapat memikirkan rencana baru yang tersendiri, akan tetapi
terikat apda keadaan yang baru tercipta. Dengan cara sederhana itu rencana
mereka yang menunggu dihancurkan oleh pengambil inisiatif. Yang tersebut
belakangan ini menguasai kemauan dan perbuatan yang tersebut duluan yang
terpaksa pasif dan menunggu serangan-serangan pengambil inisiatif.
Jika kita dalam perjuangan revolusioner tidak mengambil inisiatif duluan,
maka lawan mendapatkan keuntungan menguasai kemauan dan perbuatan ktia sehingga
kita dipaksa dalam keadaan pasif melumpuhkan. Jika umpamanya reaksi bermaksud
hendak menghancurkan salah satu dari sarekat-sarekat sekerja atau
perkumpulan-perkumpulan politik kita, dan ia telah mengambil inisiatif lebih
dahulu maka kita akan merasakan tekanan dan tak berkententuan, karena kita tak
dapat mengetahui bagaimana dan bilamana ia akan melakukan itu. Akan tetapi jika
kita hendak menangkis itu dengan mengambil inisiatif lebih dahulu, maka kita
akan mendapatkannya kecuali keuntungan moril, juga keuntungan, bahwa kita dapat
menguasai rencana lawan yang permulaan, mungkin juga dapat menghancurkannya.
Ujud perjuangan yang dilakukan inisiatif ialah offensif. Mereka yang
menyerang duluan, mempunyai inisiatif dan menguasai kemauan dan perbuatan
lawannya. Tetapi bentuk offensif yang baik ialah offensif yang dilakukan secara
defensif. Politik revolusioner kita di Indonesia dilakukan secara defensif.
Sekalipun tujuan kita tak kurang daripada penghapusan imperialisme dan
kapitalisme, kita terpaksa oleh keadaan melancarkan serangan-serangan kita
dalam bentuk pertahanan-pertahanan. Kita mempersiapkan serangan setelah kita
terancam dan terserang. Atas tindakan-tindakan revolusioner lawan, kita
mendasarkan agitasi, protes atau tindakan-tindakan kita yang lebih mendekatkan
kita pada tujuan kita terakhir.
Pada pukulan terakhir yang menentukan, kita hanya bisa mendapat kemenangan,
jika kita juga mengambil inisiatif bertahan. Agar supaya pukulan terakhir yang
menentukan itu dapat mewujudkan tujuan kita. Sarekat-sarekat sekerja dan
organisasi-organisasi politik kita mulai sekarang harus memiliki jiwa offensif.
PEMUSATAN KEKUATAN-KEKUATAN PADA TEMPAT DAN WAKTU YANG MENGUNTUNGKAN
BAGI KITA
Tujuan tiap-tiap offensif ialah menyerang pertahanan lawan yang terlemah
dengan cepat, mendadak dan dengan pasukan yang terbesar, dengan maksud
mematahkan hubungan-hubungan organisasinya dan akhirnya menghancurkannya buat
selama-lamanya.
Organisasi-organisasi perjuangan kita yang terutama sarekat sekerja dan
politik – jika telah pada waktunya, harus dengan cepat dibimbing ke tempat
dimana kita dapat membikin musuh menderita kerugian yang terbesar, yaitu dimana
menempatkan induk pasukannya.
Jika kita menghadap Indonesia sebagai gelanggang perjuangan, maka kita mengetahui
bahwa kekuatan imperialis Belanda (militer, politik dan ekonomi) tidak terpusat
pada satu tempat. Kekuatan militer dipusatkan di Priangan. Kekuatan politik
yang sekarang berpusat di Batavia, kemudian mungkin dipindahkan ke Priangan.
Akan tetapi Batavia, maupun Priangan sesungguhnya tidak mempunyai pusat
ekonomi. Kita mendapatkan itu terutama di lembah Bengawan Solo (Yogya, Solo,
Madiun, Kediri, dan Surabaya) dimana terletak bertimbun-timbun
industri-industri, perusahaan-perusahaan, badan-badan angkutan lalu lintas dan
bank-bank.
Dimana suatu offensif revolusioner yang telah disiapsiagakan akan mendapat
sukses sebanyak-banyaknya. Jika kekuatan militer, politik dan ekonomi
dipusatkan pada suatu kota sebagaimana sering terjadi di negeri-negeri Eropa,
maka menjadi kewajiban kita memasukkan kota-kota itu lebih dulu dan rencana
organisasi revolusioner ktia, untuk nanti serangan revolusioner pertama-tama
dilancarkan. Jika kita di sana mendapatkan sukses, maka sukses di bagian-bagian
negara lainnya sedikit atau banyak akan terjadi dengan sendirinya.
Akan tetapi karena kekuasaan imperialis Belanda terbagi dalam pelbagai
pusat, sesuai dengan itu kita harus juga membagi kekuatan revolusioner kita,
untuk nanti kita kerahkan pasukan induk kita ke sana, di mana sukses
sebanyak-banyaknya dapat tercapai.
Jika kita pelajari tempat mana yang sangat menguntungkan bagi kita untuk
digempur, maka pilihan kita akan jatuh pada lembah Bengawan solo. Memang di
sini kita mempunyai harapan lebih besar dapat merampas kekuasaan ekonomi dan
politik dan bertahan daripada di Batavia dan di Priangan. Di lembah Bengawan
solo bertimbun-timbun buruh industri dan petani melarat, yang akan mewujudkan
tenaga-tenaga, bukan saja untuk perampasan, akan tetapi juga sebagai syarat
teknis dan ekonomi mempertahankan perampasan itu. Di Batavia atau Priangan
kemenangan politik atau militer akan sukar didapat dan dipertahankan daripada
di lembah Bengawan Solo, karena sedikit adanya syarat-syarat teknis dan
ekonomis untuk mempertahankan perampasan itu. Kemenangan politik atau militer
di Batavia atau Priangan lebih sukar bisa didapat dan dipertahankan dari pada
lembah Bengawan Solo, karena faktor-faktor teknis dan ekonomi sedikit adanya
disana. Kemenangan politik dan militer yang modern hanya dapat dipertahankan,
jika kita memiliki syarat-syarat kekuasaan ekonomi (pabrik-pabrik,
perusahaan-perusahaan, badan-badan angkutan lalu lintas, bank-bank dll).
Dari apa yang tersebut diatas, kita bisa menarik kesimpulan, bahwa kita
nanti harus mengerahkan induk pasukan kita ke lembah Bengawan Solo, agar
offensif revolusioner kita dapat menentukan strategi seluruhnya. Jika kita
nanti dapat bertahan di lembah Bengawan Solo, sedang di pusat ekonomi lainnya
(Sumatera Timur, Palembang, Kalimantan Timur) dan pusat ekonomi dan militer
(Batavia, Bandung, Magelang, Malang, Aceh) dapat kita serang dan berhasil kita
pertahankan maka lembah Bengawan Solo selanjutnya dapat kita pergunakan sebagai
basis bagi Republik Indonesia. Terlebih-lebih jika suara dan pengaruh kita
dapat menerobos juga ke dalam angkatan darat dan angkatan laut. Maka bagi
imperialis Belanda tak akan begitu mudah mempergunakan kekuasaan militernya.
Suara-suara buruh yang bergelora dari lembah Bengawan Solo, akan pasti didengar
juga oleh buruh-buruh di Asia, Eropa dan Amerika. Imperialis-imperialis luar
negeri akan tak begitu mudah mengerahkan buruhnya untuk membunuh habis-habisan
buruh-buruh Indonesia. Kecuali daripada itu adalah Internasionale III yang akan
berusaha menyerukan pemberhentian pekerjaan pembunuhan imperialis-imperialis
itu.
Sekali pun lembah Bengawan Solo bagi kemenangan kita adalah satu hal yang
menentukan akan tetapi bagi offensif. Offensif penyesatan, tempat-tempat
seperti Priangan, terutama Aceh dan Ternate adalah sangat penting. Jika kita di
sana dapat menyerang dengan berhasil, maka musuh akan terpaksa membagi-bagi
kekuatan yang terpusat di Jawa, dan mengirimkan sebagian daripadanya ke
daerah-daerah yang jauh. Bagi pergerakan revolusioner hal sedemikian itu
setidak-tidaknya masih sangat penting. Kecuali itu bagi imperialisme Belanda,
jika itu diteruskan penindasan perlawanan revolusioner dengan kekerasan akan
sangat bertambah besar biayanya. Akibatnya ia akan menarik pajak lebih besar
dari rakyat yang menderita. Hal ini akan meningkatkan lagi rasa tak puas dan
oleh karenanya meningkat pula hasrat revolusionernya.
Satu kemenangan di Priangan, Aceh, Ternate ditilik dari sudut taktik adalah
sangat penting dan dapat merintis jalan bagi kemenangan strategis. Pukulan
strategis yang akan kita lancarkan kemudian di lembah Bengawan Solo, akan
merupakan satu pedang Domaclas di atas kepala imperialis Belanda.
Berhubung dengan besarnya arti yang ada di lembah Bengawan Solo bagi
kemerdekaan Indonesia sekarang adalah kewajiban revolusioner kita lebih banyak
memberikan perhatian pada pusat ekonomi itu daripada yang sudah-sudah. Adalah
kewajiban revolusioner kita, mengorganisir dan mengkoordinir massa buruh-buruh
industri dan pertanian dan pada akhirnya melatih mereka untuk massa aksi yang
langsung buat perampasan kekuasaan.
NILAI KESADARAN, HASRAT DAN
DISIPLIN
Dalam tiap-tiap pergerakan, kesadaran memegang peranan yang sangat penting.
Kesadaran revolusioner kita, kita ambil dari materialisme dialektika Marx.
Mengikuti Marx, kita dapat memutuskan, bahwa sekarang hampir seluruh rakyat
Indonesia bersemangat revolusioner. Tetapi ada perbedaan besar antara
kerevolusioneran buruh-buruh industri dan kerevolusioneran pemilik-pemilik
kecil (petani-petani, pedagang-pedagang dan pengusaha-pengusaha kecil). Yang
tersebut duluan subjektif adalah revolusioner, yaitu mereka tidak hanya
berkehendak menghapuskan kekuasaan politik saja, tapi juga kekuasaan ekonomi,
ialah dengan penghapusan tanah milik perseorangan dan sistem produksi yang
kapitalis. Tapi pemilik kecil subjektif tidak revolusioner sebab mereka tidak
berkehendak menghapuskan hak milik perseorangan dan sistem produksi
kapitalistis. Sebaliknya mereka menginginkan milik yang lebih besar. Akan
tetapi terhadap imperialisme mereka bersikap revolusioner. Mereka mengharapkan
adanya pemerintah nasional dan kemerdekaan nasional. Justru karena itu mereka
objektif adalah revolusioner.
Dalam usaha kita bertalian dengan organisasi, taktik dan strategi, kita tak
dapat mencampur-adukan satu dengan lainnya unsur-unsur buruh industri dan bukan
proletar. Mencampur adukan itu tidak akan membawa kekuatan, akan tetapi hanya
membawa kelemahan belaka. Sekalipun unsur-unsur tersebut diatas kedua-duanya
berjuang melawan imperialisme. Alasan dan tujuan perjuangan melawan imperialisme,
alasan dan tujuan perjuangan mereka adalah berbeda. Akan tetapi perbedaan itu
orang tak boleh melupakan kemestian kerjasama, sebab baik tujuan bukan
proletar, maupun tujuan terakhir buruh industri hanya terlaksana sesudah
hancurnya imperialisme. Taktik PKI terhadap orang-orang bukan proletar – dengan
mengingat kepentingan materilnya – supaya sangat plastis (sangat membimbing).
Ia harus mampu membangkitkan tenaga-tenaga potensi revolusioner, yang ada pada
orang-orang bukan proletar. Ia harus mampu juga mengkoordinir tenaga-tenaga ini
dengan tenaga-tenaga proletar. Jika ini berhasil, maka kemerdekaan Indonesia
boleh dikata telah dapat ditentukan.
Keadaan revolusioner harus dilengkapi dengan hasrat revolusioner. Kesadaran
saja tidak cukup sudah sewajarnya bahwa rakyat Indonesia telah diperbudak
selama 300 tahun dan harus berjuang melawan imperialisme yang mungkin dibantu
oleh imperialisme-imperialisme lainnya tak akan dapat menang dalam satu hari.
Di beberapa tempat PKI mungkin mengalami pukulan. Ada kemungkinan, bahwa ia di
hari kemudian akan terpaksa melanjutkan eksis lebih banyak di bawah tanah. Akan
tetapi, dalam semua kemungkinan-kemungkinan ini ia tak akan dan tak boleh
kehilangan keberanian dan pikiran. Sebaliknya kita yakin bahwa ia akan lebih giat,
lebih berpengalaman dan lebih berani. Sebab kepercayaan PKI akan jatuhnya
imperialisme Belanda dan tenaga revolusioner rakyat Indonesia bukan disandarkan
pada Joyoboyo atau pedagang jamu lainnya, akan tetapi kepercayaan itu
disandarkan atas analisa ekonomi-sosial masyarakat Indonesia. Pertentangan yang
pantang, damai antara yang berkuasa dan yang dikuasai di Indonesia akan
memperkuat yang tersebut belakangan ini dalam perjuangannya.
Kesadaran dan hasrat dapat dilakukan pada tempatnya, jika PKI memiliki disipilin
baja. Semua anggota, seksi-seksi dan organisasi PKI harus melaksanakan
putusan-putusan pusat dengan jujur dan giat. Suatu seksi harus membantu seksi
lainnya yang menderikta pukulan. Ia harus melangkah maju, jika pimpinan
memandang perlu, dan melangkah mundur jika perjuangan menyuruhnya. Suatu
strategi hanya bisa mendapatkan sukses, jika staf umum dapat percaya sepenuhnya
ats seluruhnya tentaranya.
PUKULAN STRATEGI
Pukulan strategi yang penghabisan akan berhasil jika memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut ini :
- Partai memiliki disiplin
baja.
- Rakyat Indonesia berada di
bawah pimpinan PKI.
- Musuh-musuh, baik di dalam
maupun di luar negeri terpecah-pecah.
Jika syarat pertama belum terpenuhi, kita tak perlu dan tak boleh
menyembunyikan. Sering terjadi, bahwa seorang anggota yang bertanggung jawab,
mengikuti pendapatnya sendiri, tanpa menunggu keputusan dari pusat. Atau ia
melaksanakan pendapatnya, sedang ia mengetahui, bahwa itu bertentangan dengan
pendapat pusat. Sikap atau watak yang tidak disipliner semacam itu dalam
perjuangan revolusioner yang sesungguhnya bukan hanya akan membahayakan diri
pimpinan yang bersangkutan dan seksinya, akan tetapi juga pergerakan
seluruhnya.
Disiplin revolusioner mempunyai persamaan dengan disiplin militer pada titik
ini : bahwa putusan harus dilaksankaan. Akan tetapi semua berbeda satu sama
lain dalam hal ini : bahwa disiplin revolusioner bukannya hasrat menyerah (
semuhun
dawuh). Sedangkan Staf Umum Militer tidak mengharapkan dari
serdadu-serdadunya bahwa mereka harus mengerti perintah yang diberikan, bagi
Staf Umum Revolusioner syarat yang pertama-tama ialah : bahwa anggota-anggota
harus mengerti bukan hanya arti putusan saja, akan tetapi setiap anggota harus
juga mengerti kemutlakan ketaatan pelaksanaan putusan, sekalipun jiwa
putusan itu bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Suatu putusan revolusioner
justru didapat sesudah suatu acara dirundingkan dengan masak-masak. Dalam
perundingan tiap-tiap anggota mempunyai hak penuh mengemukakan dan
mempertahankan pendapatnya dan menentang atau menyokong pendapat orang lain.
Pada pemungutan suara yang terakhir ia mempunyai hak mempertahankan pendapatnya
sekuat mungkin, sehingga ia dapat melakukan seluruh pengaruh rohaniahnya atas
putusan partai. Tetapi jika suara yang terbanyak mengambil keputusan juga yang
bertentangan dengan pendapatnya, sekalipun ia tak menyetujuinya, maka harus
tunduk pada putusan itu dan sebagai anggota atau pemimpin ia harus
melaksanakannya dengan taat dan giat. Jika tidak sedemikian halnya, tidak mungkin
daya kekuatan revolusioner partai dapat bertindak keluar secara masal dan
bersatu-padu. Suatu partai yang tiap-tiap anggotanya berpegang teguh pada
pendapatnya masing-masing dan menyabotir putusan partai tak akan berdaya
adanya.
Demikianpun syarat kedua belum terpenuhi. Sangat pasti PKI pada masa
sekarang ini adalah partai satu-satunya yang dapat dikatakan partai rakyat
Indonesia. BU, Pasundan, Perserikatan Minahasa dan partai-partai kecil lainnya,
dengan sukar dapat mempertahankan diri, dalam batas-batasnya yang sempit,
kecuali jika partai-partai itu dengan penuh tenaga dapat melampaui batas-batas
yang sempit itu untuk menjadi satu partai rakyat nasional.
Hanya PKI pada masa ini mampu membentuk
afdeeling-afdeeling
dimana-mana di pelbagai pulau. Akan tetapi masih belum dapat dikatakan bahwa ia
telah dapat mengorganisir semua lapisan masyarakat dan membawanya di bawah
pimpinannya. Masih belum cukup, jika semua orang Indonesia yang tertindas
menaruh simpati pada PKI, akan tetapi jika waktunya telah datang rakyat yang
tertindas yang berjuta-juta orang jumlahnya itu setiap waktu akan mengikuti
juga seruan PKI. Bukan hanya dalam kemenangan, tapi juga dalam kekalahan
kepercayaan dan ketaatan pada PKI sebagai partai rakyat revolusioner harus
tetap tak berubah.
Kita harus akui, bahwa propaganda dan agitasi kita di daerah-daerah luar
Jawa juga di Jawa sendiri masih belum konkrit dan cukup kuat dan karenanya
masih belum cukup dalam meresapnya. Kekurangan tenaga dan alat, kekurangan
pengetahuan dan pengalaman tentang keadaan daerah-daerah di luar Jawa adalah
sebab yang terutama mengapa tenaga-tenaga revolusioner kita sementara masih
tertimbun di Jawa dan aksi-aksi kita tetap terbatas di Jawa. Sekalipun di
sana-sini tenaga komunistis telah berkembang (Ternate, Aceh dan lain
sebagainya) sebagian besar dari daerah luar Jawa bagi kita masih merupakan
hutan remaja. Orang-orang Jambi dan Palembang yang memang tak dapat digolongkan
pada orang-orang Indonesia yang berperasaan puas dan berjiwa budak bagi kita
masih gelap adanya. Tambang-tambang besar seperti tambang emas, timah,
minyak, arang batu dan industri-industri pertanian seperti teh dan karet
masih belum mengalami perubahan. Banjarmasin dan Aceh, di mana
peperangan-peperangan fanatik dilakukan orang di bawah bendera Islam, bagi kita
masih asing adanya. Di daerah-daerah tersebut di atas kita masih belum
mempunyai pengaruh di antara petani-petani. Bukan hanya di sana pekerjaan bagi
kita masih sangat kurang dapat menerobos ke dalam kesukaran-kesukaran hidup
nasionalnya dan cara berpikirnya.
Jika kita di daerah-daerah jawa, juga di Jawa hendak meningkatkan
tenaga-tenaga potensi kepada tenaga-tenaga penggerak revolusioner, maka
propaganda dan agitasi harus kita sesuaikan dengan keadaan lokal yang
berbeda-beda adanya di Indonesia, lebih dari pada apa yang sebegitu jauh telah
kita lalukan. Kita harus dapat mempengaruhi orang-orang Jambi, Banjar, dan Aceh
yang sedikit atau banyak tekun pada agamanya. Jika kita masih belum dapat
menggabungkan diri dengan merka, maka kita sudah barang tentu tak dapat
berbicara tentang pimpinan revolusioner. Kita selanjutnya harus dapat
menunjukkan, bahwa program kita bertujuan meningkatkan hidup materialnya. Kita
harus mampu menjelaskan bahwa semua rintangan, yang dialamai pedagang-pedagang
kecil, petani-petani dan pengusaha-pengusaha kecil di daerah luar Jawa pada
masa ini nanti akan lenyap sesudah hapusnya imperialisme. Kecuali jika
orang-orang bukan proletar yang sebagian besar terdiri dari penduduk daerah
luar Jawa menginsyafi, bahwa dalam kemerdekaan nasional, bukan hanya
buruh-buruh industri saja, akan tetapi juga mereka akan menggabungkan diri
disana-sini bersama-sama proletar dalam perjuangan melawan imperialisme. Jika
kota Roma tidak dapat dibangun dalam satu hari, demikian-pun mendidik dan
mengorganisir rakyat yang 100 juta orang jumlahnya, dan yang telah tertindas
ratusan tahun lamanya, juga membutuhkan waktu. Akan tetaip justru penindasan
dan reaksi yang meningkat-ningkat adalah pembantu-pembantu PKI yang baik.
Jika nanti partai telah dapat didisiplinkan dan sebagian besar dari penduduk
telah dapat di bawah pimpinan kita, kita terlebih dahulu harus mengetahui
keadaan di kubu lawan baik yang ada di dalam, maupun yang ada di luar negeri,
sebelum kita melancarkan pukulan yang menentukan. Lebih terpecah-pecah keadaan
lawan, lebih menguntungkan bagi kita. Kita boleh mengatakan, bahwa lawan dalam
negeri, yaitu imperialisme Belanda bersatu menghadapi rakyat Indonesia. Tidak
demikian halnya di Eropa. Kaum borjuis yang bertubuh dalam partai-partai konservatif,
liberal, dan partai-partai radikal lainnya, dalam menghadapi buruh-buruh
revolusioner umpamanya nampak solider, akan tetapi di antara mereka sering juga
nampak adanya perpecahan yang mendalam. Orang-orang sosial demokrat
mondar-mandir kian kemari antara borjuasi dan buruh-buruh. Perpecahan antara
borjuasi Eropa di Indonesia, justru karena mereka tergolong pada bangsa lain
daripada buruh-buruh, tak sedemikian besarnya, sehingga penduduk Indonesia akan
bisa mendapatkan keuntungan yang agak berarti dalam perpecahan itu. Tetapi
sekalipun borjuasi Belanda sementara solider menghadapi penduduk Indonesia,
kesolideran 100.000 orang akan tak ada artinya jika dibandingkan dengan
kesolideran 50.000.000 orang. Akan tetapi musuh-musuh luar negeri (imperialisme
Inggris, Amerika, dan Jepang) menghadapi Indonesia sangat terpecah belah.
Antara imperialisme Amerika dan Jepang tak terdapat unsur persatuan dan
kesolideran,. Besok atau lusa kedua imperialisme itu harus menentukan
kekuasaannya atas lautan pasifik dengan pedang. Akan tetapi bila waktunya
perang Jepang-Amerika tak seorang dapat meramalkan.
Pertentangan-pertentangan ekonomi dan politik antara Jepang dan Amerika yang
pantang damai di Timur Jauh telah berulang-ulang kita tunjukkan, dan di sini
tak perlu kita uraikan lagi. Memang dapat dipastikan, bahwa Inggris akan
berdiri di pihak Amerika, sehingga armada Jepang dibanding dengan armada
Amerika akan merupakan imbangan sebagai 3 : 10. Satu pertanyaan yang sama
pentingnya, ialah apakah ketiga imperialisme tersebut memiliki situasi
internasional sekarang akan mendatangkan perang dunia baru ?
Menang adalah satu kenyataan, bahwa Amerika dalam melaksanakan politiknya “
Penetration
Pacific” (penerobosan Pasifik) dimana-mana mendapat kemenangan dalam
persaingan ekonomi. Satu perang dunia baru bukan hanya satu keharusan bagi
perjuangan daerah pengaruh Amerika. Akan tetapi soal itu akan dapat membawah
bahaya, bahwa buruh internasional nanti di bawah pimpinan Moskow akan merubah
perang dunia itu menjadi perang saudara.
Dalam kerajaan Jepang sendiri terdapat anasir-anasir yang menentang perang
Jepang-Amerika dengan segera. Bencana alam yang disebabkan karena goncangan
bumi pada tahun 1923 mengakibatkan kerusakan-kerusakan hebat pada kehidupan
ekonomi Jepang daripada apa yang dapat kita lihat dari luar. Bencana itu bagi
Jepang membutuhkan tenaga besar dan waktu panjang sebelum ia dapat memperbaiki
kembali kehidupan ekonominya atas tingkat yang sama sebagaimana adanya sebelum
terjadi bencana alam itu. Pergerakan untuk mendemokrasikan Jepang dari
pemerintahan “otokrasi” yang dipimpin oleh kasta pertengahan dan disokong oleh
seluruh kaum buruh masih berjalan langsung. Pergerakan ini diperkuat karena
dalam negeri sekarang timbul pengangguran yang luas (menurut berita yang terakhir
lebih dari 3.000.000 orang), di antaranya terdapat juga banyak korban-korban
dari kasta pertengahan. Pergerakan untuk “mendemokrasikan” ini semakin
mewujudkan satu bentuk yang berbahaya sedemikian rupa, sehingga kaum militeris
yang di Jepang memegang kekuasaan atas alat-alat poltik dan militer seluruhnya,
terpaksa memberi konsesi politik banyak. Menurut berita awal tahun ini sistem
parlementer di Jepang dimodernisir dan dilaksanakan hak pilih umum, sehingga
sekarang jumlah pemilih meningkat dari tiga sampai dua belas juta orang. Untuk
mewujudkan, bahwa kaum militeris tidak menginginkan adanya perang baru (dalam
hal ini kaum militeris dapat mempertahankan kedudukan otokrasi-nya terhadap
kasta pertengahan liberal) Jepang pada akhir tahun yang lalu telah mengadakan
perjanjian dengan Soviet Uni. Sekalipun perjanjian ini ditujukan juga terhadap
persekutuan Anglo-Amerika, sekali ketika dipergunakan juga untuk meninabobokan
kaum buruh dan kasta pertengahan yang membenci dan ketakutan adanya suatu
perang baru, dengan alasan, bahwa Jepang “ingin damai dengan siapa pun”.
Fakta-fakta ekonomis dan politis tersebut di atas menunjukkan bahwa Jepang ke
dalam masih belum memiliki tenaga dan persatuan yang diinginkan untuk
memberanikan diri melawan kekuasaan dunia seperti Amerika dan Inggris pada masa
sekarang ini.
Adalah senantiasa tak mudah memperoleh kemerdekaan pada waktu ada sekarang.
Pada perang dunia yang lalu kita mengetahui bahwa tak ada satu dari
negeri-negeri jajahan (Indo China – Perancis, India – Inggris dan Mesir)
berkehandak mengorbankan perjuangan kemerdekaan. Bagi Indonesia juga masih
belum dapat dikatakan dengan segera, bahwa dalam suatu perang Pasifik orang
mendapatkan kesempatan yang baik untuk menuntut kemerdekaan. Justru hal ini
tergantung juga pada persoalan, siapa yang akan menang dan berapa lama perang
akan berlangsung. Tapi teranglah, jika nanti di lautan sekeliling Indonesia
armada-armada Inggris, Amerika, Belanda telah bersiap-siaga. Bagi Indonesia
bukan lagi satu persoalan yang mudah untuk berbicara tentang kemerdekaan,
apalagi untuk merebut kemerdekaan. Anglo-Amerika yang juga tentu akan
mengharapkan ketenangan dan keamanan yang mutlak di Indonesia akan dengan
segera mengecap tiap-tiap gangguan ketenangan itu sebagai satu permusuhan
terang-terangan, lebih-lebih karena Inggris hendak mempertahankan hubungan
antara Singapura dan Australia-Inggris dan akan mendapatkan kesempatan yang
baik menduduki Indonesia jika imperialisme Belanda terlempar jauh.
Kesukaran yang sama akan dihadapi oleh Indonesia, jika sesuatu kurang lebih
sepuluh tahun pangkalan armada Singapura dan armada Belanda telah selesai
dibangun. Perhubungan antara Singapura dan Australia akan menjadi kenyataan
pertahanan tata-tertib di Indonesia bagi imperialisme Anglo-Amerika akan
dipercayakan kepada armada Belanda.
Sudah tentu, perpecahan antara imperialisme-imperialisme luar negeri bagi
kita adalah satu keuntungan. Akan tetapi persoalannya ialah: apakah kita harus
menunggu dulu adanya perang, maukah sekarang menuntut kemerdekaan nasional dan
mempergunakan semua alat untuk mendapatkannya.
Karena ktia telah mengetahui, bahwa perang Pasifik yang mungkin datang bagi
kita masih belum berarti satu kemerdekaan dan kita tak dapat menunggu sampai
armada Belanda dan pangkalan armada Singapura selesai dibangun, maka bagi
Indonesia sangat mungkin sekarang ini adalah kesempatan yang baik untuk
menuntut kemerdekaan nasional. Pendapat ini juga diperkuat dengan alasan-alasan
sebagai berikut :
Pertama. Kita tak dapat menggantungkan taktik revolusioner
kita seluruhnya pada perang Jepang-Amerika. Taktik semacam itu juga bersifat
oportunistis dan berbahaya. Tak ada suatu rakyat yang dapat bertahan lama dalam
ketegangan dengan ancaman yang tak dirasakan dengan langsung. Terlebih-lebih
jika ancaman itu dalam dua atau tiga tahun masih belum menjadi kenyataan, maka
ketegangan psikologis dengan sendirinya akan menjadi buyar. Ketegangan
revolusioner akan mempunyai daya hidup, jika ia didasarkan atas syarat-syarat
materiil yang langsung dapat dirasakan oleh rakyat. Hanya jika agitasi
revolusioner kita didasarkan atas penderitaan-penderitaan yang nyata yang
dirasakan oleh rakyat di bawah kekuasaan imperialisme Belanda dewasa ini dan
kecuali daripada itu kita dengan serentak mampu meyakinkan rakyat akan
propaganda kita, maka tak kepuasan massa akan berubah menjadi suatu kemauan
massa dan perbuatan massa. Selanjutnya kita sekarang harus juga bekerja untuk
tujuan yang langsung dan menerima akibat agitasi revolsuioner kita.
Kedua. Ada kemungkinan, bahwa perang Jepang-Amerika lama tak
kunjung datang dan bahwa periode pasifistis (masa tenang) harus lebih dahulu
mendahului revolusi sosial di seluruh dunia. Jika kita menggantungkan aksi-aksi
kita seluruhnya pada perang dunia dan revolusi dunia, maka ada kemungkinan
bahwa kita akan kehilangan peranan pimpinan kita atas rakyat Indonesia.
Karenanya partai kita akan berada di dalam dogma sedang massa akan mencari
jalan sendiri-sendiri. Jalan itu akan dapat mengakibatkan
pemberontakan-pemberontakan lokal atau perbuatan-perbuatann individual
(anarkistis). Memang rakyat Indonesia yang merasa tak puas akan mengikuti
pimpinan revolusioner kita sekian lama, selama pimpinan ini sungguh-sungguh
merupakan pertumbuhan daripada tujuan revolusionernya. Belum pernah kita pikirkan,
bahwa kemerdekaan Indonesia pada masa ini justru akan bisa membahayakan
perdamaian di Pasifik. Kemerdekaan ini akan dapat memecahkan perang Pasifik.
Akan tetapi tak dikatakan, bahwa kekuasaan-kekuasaan dunia (karena takut akan
adanya revolusi sosial) menunda perang itu sebegitu lama. Justru inilah
bukannya merugikan, tetapi menguntungkan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun yang
lalu kita telah lihat di Tiongkok, bahwa tak satu dari negara-negara imperialis
besar yang memberanikan diri membagi-bagi Tiongkok dan mendudukinya, sekalipun
mereka mempunyai kesempatan untuk itu. Justru pada waktu itu di Tiongkok
berkobar perang saudara, sehingga perusahaan-perusahaan luar negeri di Tiongkok
menderita kerugian. Ketakutan akan adanya perang antara imperialis-imperialis
satu sama lain adalah sebab mengapa mereka semua melihatnya dengan terang.
Tiap-tiap orang tentu berkehendak menduduki bagian Tiongkok yang baik, dan
justru itu ia akan dimusuhi oleh yang lain dalam pilihannya. Karena tiap
imperialis ingin mempunyai Tiongkok yang baik, karena itu tak seorang
mendapatkan sesuatu.
Ditilik dari sudut perdagangan dan strategi kedudukan Indonesia di Pasifik
sebegitu penting, sehingga tak ada seorang imperialis membiarkan diambilnya
oleh sesuatu negara yang kuat. Tiap-tiap usaha untuk membaginya akan mudah
menyebabkan pertikaian dan perang. Terlebih-lebih jika Indonesia sendiri tak
berdiam diri akan tetapi menggunakan perpecahan musuh-musuh. Jika Indonesia
nanti menjadi jajahan Anglo-Amerika maka harapan Jepang untuk melebarkan
pengaruhnya ke Aisa Selatan dan Barat akan gagal buat selama-lamanya. Cita-cita
Jepang “Asia untuk orang Asia”, yaitu Asia di bawah telapak kaki Jepang, akan
sia-sia. Jepang yang telah dilarang memasuki Amerika dan Australia, kemudian
akan terasing buat selama-lamanya di Timur Jauh. Dibalik itu Anglo Amerika tak
akan mengizinkan Jepang menduduki suatu titik di Indonesia. Yuseboru Takekoshi,
terompet kaum militeris Jepang, selama berlangsungnya perang besar telah
membikin goncang dunia imperialis, ketika ia menunjukkan betapa pentingnya
Selat Sunda dan Malaka bagi pelebaran pengaruh Jepang. Akan tetapi kedua selat
itu salah satu dalam titik strategi di Indonesia, jika diduduki oleh Jepang
berarti juga satu pistol di dada kerajaan Inggris.
Jika keadaan dalam buku musuh kita simpulkan, baik yang ada di luar negeri,
maka kita dapat berkata “kubu Belanda yaitu dalam arti kata krisis ekonomi dan
politik”. Ia berada dalam permusuhan terang-terangan dengan rakyat
revolusioner. Jika yang tersebut belakangan ini sekarang tak menang, maka ia
besok akan dipukul. Imperialis-imperialis luar negeri berada dalam keadaan
cerai berai yang sangat mengkhawatirkan dan dalam tahun-tahun yang akan datang
tak mungkin dapat campur dalam persoalan Indonesia tanpa menimbulkan bahaya meletusnya
perang dunia. Pertanyaan bila waktu yang baik bagi aksi kemerdekaan politik
yang tak terbatas dan lengkap kita kira harus menjawab “sekarang dan bukan
nanti”. Jika tidak demikian akan datang masanya bagi kita, dimana kita harus
berkata : “kita dulu telah membiarkan kesempatan itu berlalu”.
Sekarang adalah waktunya bagi PKI dalam dan dengan perjuangan untuk
menciptakan organisasi-organisasi sendiri yang memiliki keberanian dan kekuatan
untuk menerima pertanggungjawaban merebut dan mempertahankan kemerdekaan
nasional. Jika nanti setelah banyak perkelahian kecil dan besar di sana-sini,
sekarang dengan menggunakan organisasi politik kemudian dengan menggunakan
organisasi serikat-serikat sekerja, kita telah dapat menunjukkan kesadaran,
hasrat, kebijaksanaan dan kegairahan, maka kita pada akhirnya akan menjatuhkan
godam revolusioner kita sedemikian rupa sehingga pukulan itu akan terdengar
oleh negara-negara takluk lainnya di Asia dan oleh buruh-buruh yang terbelenggu
di Eropa.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN NASIONAL
INDONESIA
Bertentangan dengan pesimisme yang beralasan dan peringatan-peringatan yang
sungguh oleh penulis-penulis Prancis seperti, D’Alembert Roxssesu, dan
lain-lainnya. Bangsawan-bangsawan Prancis didahului oleh rajanya yang boros dan
permasuri yang lebih boros, melangsungkan cara hidupnya yang sangat mewah.
Nampaknya tak ada pandangan hidup lainnya yang dianut daripada “sesudah kami
bahaya banjir”.
Cara hidup bangsawan dan raja yang mahal biayanya yang ditumpahkan kepada
rakyat yang melarat yang diciptakan di dunia seolah-olah bukan untuk sesuatu
lainnya, akan tetapi hanya untuk membayar “pajak”. Kemelaratan, penyakit dan
kelaparan terdapat dimana-mana. Oleh karenanya meningkatlah tak kepuasan massa.
Petani, buruh dan borjuis, di bawah pimpinan yang tersebut belakangan,
kemudian menggabungkan diri menjadi satu dan menuntut perubahan-perubahan
politik yang radikal. “Majelis Permusyawaratan Nasional” dan mewakili seluruh
rakyat yang harus berbicara tentang keadaan nasional dan yang dapat dipandang sebagai
hasil dari perjuangan politik yang ulet, kemudian dipanggil berkumpul. Akan
tetapi bangsawan-bangsawan dan pendeta-pendeta yang merasa kekuasaan dan
hak-hak istimewa terancam, menghasut raja agar membubarkan wakil-wakil yang
datang berkumpul. Perkataan Mirabeau yang bersejarah yang bertindak tepat pada
waktunya,”jangan buyar, kecuali dengan kekuatan bayonet”, benar-benar membawa
titik balik dalam sejarah Prancis dan sejarah dunia. Dari Majelis
Permusyawaratan Nasional lahirlah kemerdekaan Prancis dan cita-cita republik.
Kita tidak mau pastikan, bahwa ada satu persamaan yang nyata antara Prancis
sebelum revolusi besar dan Indonesia dewasa ini. Sungguh benar keduanya
mempunyai perpaduan banyak yang bersifat ekoomi dan politik yang prinsipil.
Tetapi di Indonesia bukannya bangsawan-bangsawan Indonesia yang menghisap,
hidup mewah dan tak membayar pajak, akan tetapi lintah-lintah darat Belanda.
Karenanya disini keadaannya melebihi, sebab uang yang dihambur-hamburkan di
Versaille sekali-sekali di sana sini masih ada yang jatuh pada rakyat Prancis
dalam wujud eceran, sedangkan uang yang dihambur-hamburkan di Zandveert dan
Scheveningon tak sesen pun tercecer ke saku kromo.
Ketika Gubenur Jendral Dirk Fock ini, oleh kapitalis-kapitalis Belanda
ditempatkan di Bogor, ketika itu Indonesia menghadapi
bankroot finansiil.
Uang negara dalam tahun 1923 meningkat sampai jauh di atas F. 1.000.000.000.
Anggaran Belanja tahun 1921 menunjukkan defisit sejumlah F. 285.500.000. Dalam
arti kata, pengeluaran uang dalam tahun 1921 terdapat F. 285.000.000. lebih
tinggi daripada pemasukkan uang. Sebagaimana Neckar dipanggil oleh Lodewijk ke
XVI untuk memperbaiki finansial negara, demikian Dirk Fock muncul di Indonesia
untuk menolong negara daripada
bankfoot finansiil. Nocker tak mampu berbuat
sesuatu apa, karena bangsawan-bangsawan Prancis dan pendeta-pendeta sampai pada
detik yang terakhir tetap berkepala batu berpegang pada hak-haknya luar biasa
atas ekonomi dan politik. Dalam kata-kata Belanda kampungan, mereka mempersetan
pembayaran pajak dan membiarkan rakyat mampus kelaparan.
Apakah Dirk Fock akan mendapatkan satu “kasta lintah darat” yang luhur budi
dan bijaksana terhadap manusia-manusia berkulit sawo matang di Indonesia?
Rencananya dahulu untuk mewajibkan pengusaha-pengusaha gula menjamin
syarat-syarat hidup dan kerja yang lebih baik atas biaya kapital gula ia
batalkan tak lama sesudah ia datang di Indonesia. Ketika ia hendak membebankan
pajak atas minyak, datanglah ancaman yang terkenal dari Colijn: “Lepas tangan
dalam urusan itu, jika tidak kita tutup lumbung-lumbung minyak”.
Dokter Fock yang harus menyehatkan finansial negara yang sedang sakit,
kemudian beralih menggunakan alat lain yang sedang Nocker tak berani
menggunakannya.
Pada bagian satunya memperbesar pasukan Armada dan polisi dan menaikkan gaji
ambtennar-ambtenaar tinggi. Pada bagian lainnya melepaskan kaum buruh dan
menurunkan gajirnya, menarik lebih banyak dari rakyat yang melarat dan
mengurangi pengeluaran untuk sekolah-sekolah rakyat dan kesehatan.
Dengan demikian ia mengira neraca pengeluaran dan pemasukan dapat diperbaiki
kembali. Demikian itu adalah satu tindakan seorang negarawan yang berani, satu
tindakan terpaksa, yang biasa dilakukan oleh keledai-keledai politik dan
penjual-penjual jamu pada waktu kehilangan pencaharian. Bagaimana pun halnya
pengguntingan-pengguntingan upah di Zergvilet dan Den Haag akan puas adanya.
Gula, teh, korek, api, minyak tanah dan bahan-bahan tekstil untuk masuk dan
keluar negeri ditarik pajak, akan tetapi kapital dapat mengambil kembali semua
itu dengan aman atas beban pemakai-pemakai, yaitu dengan mudah menaikkan
harga-harga kebutuhan hidup rakyat, yang penting rumah-rumah gadai pemerintah
dan monopoli garam menambah berat tekanan ekonomi di atas bahu si Kromo sampai
pada luar batas kemampuannya. Tidak dilebih-dilebihkan, jika orang berkata,
bahwa seorang Jawa dewasa ini dibandingkan dengan kemampuannya membayar pajak
yang tertinggi di dunia, tidak memiliki suatu apa, kecuali “hawa untuk
dihirup”.
Apakah ada harapan krisis ekonomi itu akan diatasi ? Tentu tidak, selama
hampir setiap tahun ratusan juta rupiah sebagai deviden mengalir ke saku-saku
kapitalis Belanda di negeri Belanda.
Tak satu tanah jajahan lainnya, yang dikeringkan sedemikian rupa seperti
Indonesia, sebab negara-negara setengah jajahan seperti Persia dan Tiongkok,
setidak-tidaknya sebagian dari pada keuntungan itu tinggal di saku borjuasi
pribumi yang bagaimanapun akan dipergunakan untuk dalam negeri sendiri.
Sekalipun nanti jika Amerika atau siapa saja bersedia memberikan pinjaman
kepada Indonesia jutaan rupiah atau menanam kapital di Indonesia krisis ekonomi
karenanya masih belum dapat diperbaiki. Sebab jutaan rupiah setahunnya yang
harus diperoleh dengan memeras kaum buruh Indonesia untuk dikirim ke negeri
asing. Lebih gelap adanya hari depan ekonomi bagi rakyat Indonesia daripada
rakyat Prancis sebelum tahun 1789. Tiap-tiap orang Gubenur Jendral yang dikirim
ke Bogor oleh lintah-lintah darat Belanda, sebagaimana halnya dengan Dirk Fock
ini, akan tak mampu menciptakan sesuatunya yang baru kecuali “pajak” baru. Tak
seorang GG. akan mampu menghapuskan pengeringan itu, selama lintah-lintah darat
negeri Belanda senantiasa menginginkan deviden.
Karenanya kita sangat cepat menuju ke krisis politik. Objektif semua
syarat-syarat telah ada. Kemampuan berorganisasi, moral politik dan kesadaran
dengan mutlak ada pada kita sendiri. Tetapi langkah kita tidak melalui
parlemen. Demikian itu justru terjadi di India-Inggris, Mesir dan Filipina
dimana terdapat borjuasi pribumi yang kuat, yang kepentingan-kepentingan
ekonominya bersatu dengan kepentingan-kepentingan ekonomi imperialis dan
karenanya kepadanya dapat dipercayakan kekuasaan politik berturut-turut dengan
aman. Demikianlah (tapi dipastikan) kemerdekaan nansional di India, Mesir, dan Filipina
sedikit banyak dengan dukungan massa melalui “
dominion” dan “Parlemen
Nasional”. Jalan kita terletak di luar Parlemen. Jalan kita melalui politik dan
sarekat-sarekat sekerja.
Majelis musyawarah Nasional Indonesia harus dipanggil berkumpul oleh kita
sendiri, dengan atau tanpa persetujuan lawan-lawan kita. Majelis
Permusyawaratan Nasional sangat mungkin akan tercipta pada waktu bentrokan
fisik, ekonomi atau politik yang hebat seperti pemberontakan setempat,
pemogokan umum dan demonstrasi massa. Hal itu akan merupakan puncak semua
kegiatan kerja kita.
Soal Majelis Permusyawaratan Nasional adalah soal hidup atau mati kita
sebagai manusia-manusia merdeka? Untuk itu juga “to be or not to be” bagi lawan
kita sebagai pemegang kekuasaan lintah-lintah darat.
Hal ini akan kita persoalkan, jika kita telah yakin, bahwa tindakan
pembelaan lawan-lawan kita yang mungkin terjadi dapat kita tangkis dan
hancurkan dengan sukses. Soal itu tidak kita kemukakan lebih dahulu, sebab
memanggil berkumpul Majelis Permusyawaratan Nasional berarti menyampaikan
ultimatum kepada pemegang-pemegang kekuasaan dewasa ini.
Panggilan berkumpul, Majelis Permusyawaratan Nasional Indonesia berisikan
pengakuan, bahwa pemegang-pemegang kekuasaan dewasa ini tidak mampu mengatur
persoalan-persoalan kita; bahwa kita merasa kuat memegang kekuasaan sendiri dan
menjawab tindakan-tindakan pembalasan lawan-lawan kita dengan sukses, bahwa
kita karenanya ingin mengatur sendiri persoalan dalam dan luar negeri menurut
pendapat kita sendiri tanpa perantaraan orang lain ; bahwa atas dasar
alasan-alasan tersebut pemegang-pemegang kekuasaan dewasa ini harus memberikan
tempat kepada kita. (pegawai-pegawai administratif dan teknis Belanda, bahkan
pejabat militer dan polisi bisa tinggal di Indonesia dengan syarat-syarat
tertentu, jika mereka mau bekerja dengan patuh di bawah pemerintah Indonesia
yang baru).
Sudah tentu kita tak dapat mengambil keputusan yang penting ini, jika kita
tidak didukung oleh seluruh penduduk Indonesia. Pengaruh PKI dan SR lebih
dahulu harus sedemikian besarnya, sehingga semua seksi dan sarekat-sarekat
sekerja, benar-benar merupakan divisi-divisi pasukan yang harus siap siaga pada
seruan kita pertama, sekalipun mereka harus menghadapi ancaman senapan mesin
dan kapal-kapal udara.
Ketika Mirabeau mengucapkan kata-kata yang mengandung penuh keberanian, dia
mengetahui benar, bahwa kata-katanya akan bergema di antara buruh-buruh yang
sangat aktif di kota-kota muka Paris. Jika Lodewijk ke XVI sungguh menggunakan
bayonet, tentu akan segera dijawab dengan pemberontakan umum.
Dengan penderitaan rakyat Indonesia yang semakin meningkat ini setiap waktu
akan bisa meletus kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dari Massa. Jika
organisasi-organisasi politik dan ekonomi kita telah mencapai kualitas yang
diharapkan, jika petani, buruh, pedagang dan mahasiswa sungguh-sungguh
menginginkan kehidupan berjuang lebih baik dan juga untuk itu berani
terang-terangan mengemukakan diri, maka barulah kita dapat memanggil berkumpul
Majelis Permusyawaratan Nasional Indonesia. Kita harus yakin, jika perlu, dapat
mengulangi “Jangan buyar, kecuali dengan ujung bayonet”.
HALILINTAR MEMBERSIHKAN UDARA
Pada waktu kita menulis brosur ini, datanglah laporan bahwa partai kita
diancam oleh “anjing-anjing liar”. Petani-petani dan penganggur-penganggur
diorganisir dan dikirim pada anggota-anggota kita untuk meyakinkan mereka
dengan tongkat. Pejabat-pejabat yang telah melakukan pembunuhan beberapa kali
dibayar dan dikirimkan kepada pemimpin-pemimpin kita yang bertanggung jawab
untuk mencoba mengambil jiwanya. Demonstrasi-demonstrasi dari sampah masyarakat
Indonesia diorganisir untuk menakut-nakuti, menghina dan memprovokasi
anggota-anggota kita. Sarekat ijo adalah nama fasisme Indonesia ini.
Mussolini, seorang makhluk jahat yang reaksioner menciptakan alat
reaksionernya setidak-tidaknya menurut suatu prinsip, dan prinsip untuk suatu
tujuan politik. Akan tetapi prinsip-prinsip apakah yang dimiliki Sarekat Ijo
ini kecuali putus asa dan kerendahan budi? Demikianlah adanya satu periode
fasisme.
Kamu pemerintah, pencipta, pengilham perancang intelek perbuatan suram ini!
Kamu kira, bahwa ciptaanmu ini dapat menghancurkan kita? Sebagaimana halnya
dengan penjara-penjara, pembuangan-pembuangan, pukulan-pukulan tongkat,
peluru-peluru dan alat-alat lain dari alam gelap, demikian pun fasisme-mu akan
lenyap sebagai timbunan salju di bawah sinar matahari.
Tetapi kita tidak mengharapkan satu khayalan, seolah-olah jalan kita pendek
dan rata. Tanah gelap, sukar dan penuh dengan racun adalah jalan menuju
kemerdekaan. Dari kiri dan kanan kita telah mendengar bisikan kawan-kawan yang
ragu-ragu. Apakah kita akan meneruskan itu?
Berat adanya pekerjaan pendidikan di antara massa, yang berabad-abad
mengalami tidak lain daripada hinaan dan pukulan tongkat, baik dari pemerintah
bangsa sendiri, maupun dari pemerintah bangsa asing, massa yang dibikin
merangkak-rangkak dan meminta-minta sebagai kebiasaan dan pemecahan persoalan
penghidupan pada khalayak tak percaya dan pikiran-pikiran budak.
Berat rasanya melaksanakan pekerjaan pendidikan di bawah kekuasaan yang tak
segan-segan berdusta, memperkosa undang-undang yang dibikin sendiri,
menginjak-injak hak-hak rakyat dan mempergunakan alat-alat perkosaan secara
kurang ajar, satu kekuasaan yang memiliki hak luar biasa menggunakan alat-alat
penindas yang modern atas rakyat Timur yang menurut.
Berat rasanya melakukan pekerjaan perjuangan dengan suatu pasukan tak
bersenjata, kehabisan dan dikelilingi oleh pengkhianat-pengkhianat, melawan
suatu pasukan yang mempergunakan emas, orang-orang sewaan dan semua alat-alat
lainnya.
Tetapi kebenaran adalah kuasa, kebenaran kita. Pertentangan antara yang
berkuasa dan yang dikuasai, ialah dialektik perkembangan kapitalisme, adalah
tenaga pendorong dalam perjuangan revolusioner kita, tenaga yang membangkitkan
dan mengilhami kembali yang sedang runtuh dan memberikan kemenangan kepada yang
kuat.
Penderitaan yang sedang mendalam, reaksi yang semakin kurang ajar akan
memperkuat barisan kita dalam waktu yang pendek dan merongrong barisan musuh.
Kepada kaum intelek kita serukan!
Juga golonganmu tak akan lepas dari penderitaan akan datang satu masa, bahwa
kapitalisme kolonial yang sekarang masih dapat mempergunakan tenagamu, akan
membuat kaum-mu seperti sepah yang habis manisnya. Penyakit kapitalis ialah
krisis akan tak mampu memelihara, juga kamu buat selama-lamanya. Juga kamu akan
terdesak seperti ribuan saudara-saudaramu di Jepang dan India-Inggris kepada
“Kasta Proletar Intelek”.
Tak terdengarkah olehmu, teriakan massa Indonesia untuk kemerdekaan yang
senantiasa menjadi semakin keras? Tak terlihat olehmu, bahwa mereka pelan-pelan
melangkah maju dalam perjuangan yang berat?
Apakah kamu akan menunggu sekian lama, sampai nanti kemerdekaan direbut oleh
mereka sendiri sedang kamu pasti akan ikut menikmati buah kemenangan mereka
yang nyaman? Tidak, sebegitu lesu dan sebegitu rendah tentu akan ada padamu.
Karenanya bergabunglah kamu pada barisan kita! Tetapi segera, tinggalkan
kasta-mu kelak juga dapat berkata dengan bangga : “ saya ikut membantu merebut
kemerdekaan”.
Dalam taufan revolusioner yang memandang kamu akan belajar mengenai massa
Indonesia dalam kemampuan dan kekurangannya, dalam kekuatan dan kelemahannya.
Di sana kamu akan mendapatkan kesempatan menggunakan kemampuan moral dan
intelek-mu untuk memperlancar jalan revolusi. Di sana kamu akan menginsyafi
bagaimana nyamannya melaksanakan pekerjaan sosial dan berjuang untuk dan dengan
massa. Di sana kamu akan merasa bagaimana sunyinya hidup secara individual
dalam masyarakat kapitalistis.
Jika nanti kita mengharapkan, juga bantuanmu, kota-kota dan desa-desa di
pantai-pantai dan gunung-gunung Indonesia yang luas berkobar-kobar untuk
menuntut hak dan kemerdekaan, maka tak seorang musuh di dunia yang mampu
menahan gelombang taufan revolusioner.
Dalam suasana Republik Indonesia merdeka, tenaga-tenaga intelek dan sosial
akan berkembang lebih cepat dan lebih baik. Kekayaan yang maha besar yang
diperoleh dengan pekerjaan Indonesia akan tinggal di negeri sendiri. Ilmu
pengetahuan yang dikendalikan dan diperkosa yang sekarang dipergunakan untuk
keuntungan lintah-lintah darat Belanda, nanti akan dapat berkembang dan akan
dapat dipergunakan bagi kepentingan masyarakat Indonesia. Kesenian dan
perpustakaan akan baru mendapatkan tanah untuk bertumbuh. Lebih pasti dan lebih
cepat Indonesia akan bangkit di lapangan ekonomi, sosial, intelek dan
kebudayaan.
Akan lampau adanya abad-abad kelaparan dan penderitaan, perbudakan dan
ke-paria-an (kasta yang paling terhina di India) yang gelap.
Akan lampau adanya abad-abad dimana berlangsung adanya hak yang tak tentu
dan tak adanya hak bagi passivitas-passivitas rohani, kepalsuan dan kegelapan.
Akan lampau adanya abad-abad yang mengerikan karena ketakutan akan
kelaparan, penyakit menular dan ketakutan menghadapi penarik pajak, polisi dan
penjara.
Akan lampau adanya perbudakan dan pemerasan satu bangsa oleh bangsa lainnya,
dan satu manusia oleh masa lainnya.
Dan jaman baru menyingsing, dimana obor komunis selanjutnya akan membimbing
rakyat Indonesia yang muda ke arah tujuan yang paling akhir :
KEMERDEKAAN,
KEBUDAYAAN DAN KEBAHAGIAN BAGI SEMUA RAKYAT DI DUNIA.
Tiongkok, April 1925